- Penemuan keanekaragaman hayati 2024 mencakup berbagai spesies baru dari seluruh dunia, termasuk ular raksasa, katak mini, landak vampir, dan bunga langka, yang mengungkap sudut-sudut tersembunyi Bumi yang masih belum terjamah.
- Teknologi modern seperti kendaraan bawah laut dan kamera jebak membantu ilmuwan menjelajahi lingkungan ekstrem, seperti dasar laut Pasifik dan hutan hujan tropis, untuk mengidentifikasi spesies dengan adaptasi unik.
- Namun, banyak spesies ini menghadapi ancaman langsung dari deforestasi, perubahan iklim, dan eksplorasi manusia, yang menggarisbawahi perlunya langkah konservasi mendesak untuk melindungi keanekaragaman hayati planet ini.
Tahun 2024 mencatatkan sejarah luar biasa dalam eksplorasi keanekaragaman hayati, menandai lonjakan besar dalam penemuan spesies baru di berbagai belahan dunia. Dari ular raksasa hingga hewan kecil dengan adaptasi unik, ilmuwan berhasil menemukan makhluk hidup yang sebelumnya tidak dikenal sains. Penemuan ini memberikan wawasan mendalam tentang betapa sedikitnya kita mengetahui tentang kehidupan di Bumi, mulai dari dasar laut dalam hingga puncak pegunungan yang tinggi.
Penemuan di Lanskap Andes dan Kawasan Mekong
Ekspedisi di Lanskap Alto Mayo
Ekspedisi di Lanskap Alto Mayo, bagian dari hotspot keanekaragaman hayati Andes Tropis di Peru, menjadi salah satu sorotan utama tahun ini. Selama dua bulan, para ilmuwan dari Conservation International dan Institut Penelitian Amazon Peru (IIAP) berhasil mengidentifikasi 27 spesies baru. Penelitian ini tidak hanya memperluas pengetahuan tentang fauna lokal, tetapi juga memberikan wawasan tentang pentingnya pelestarian ekosistem hutan tropis yang terancam oleh deforestasi.
Salah satu spesies yang ditemukan adalah tikus semi-akuatik (Necromys aquaticus), mamalia kecil yang hidup di ekosistem rawa. Spesies ini sangat unik karena hanya ditemukan di satu petak kecil hutan rawa yang kini menghadapi risiko kehilangan habitat akibat aktivitas manusia. Penemuan lain yang menarik adalah tupai kerdil (Microsciurus sp. nov.), yang memiliki kemampuan luar biasa dalam memanjat pohon dan bergerak di kanopi dengan kecepatan tinggi. Peneliti mencatat bahwa perilaku adaptif tupai ini memungkinkan mereka bertahan di lingkungan yang terus berubah.
Baca juga: Dari Amazon hingga Himalaya: 10 Penemuan Spesies Baru Selama 2024
Selain mamalia, tim juga mencatat spesies baru di kelompok serangga, amfibi, dan burung, yang sebagian besar belum sempat diberi nama. Hal ini menunjukkan betapa kaya dan kurang terjamahnya keanekaragaman hayati di kawasan ini. “Ekosistem ini tidak hanya menjadi rumah bagi spesies baru, tetapi juga memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan iklim global,” ujar salah satu peneliti dari IIAP.
Penemuan di Kawasan Mekong Raya
Di kawasan Mekong Raya, yang meliputi Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, dan Myanmar, eksplorasi menghasilkan temuan mencengangkan dengan identifikasi 234 spesies baru. Kawasan ini dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati paling penting di Asia Tenggara. Penemuan mencakup berbagai kelompok makhluk hidup, termasuk reptil, ikan, dan tumbuhan langka, yang menunjukkan tingginya tingkat endemisitas di wilayah ini.
Salah satu penemuan paling menarik adalah landak vampir (Hylomys macarong) yang memiliki gigi menyerupai taring, memberi kesan menyeramkan. Selain itu, ular pit viper (Trimeresurus ciliaris) dengan sisik seperti bulu mata dramatis dan karst dragon lizard (Laodracon carsticola), yang pertama kali ditemukan oleh pemandu wisata lokal, turut menjadi sorotan. Temuan-temuan ini menunjukkan betapa pentingnya kawasan Mekong dalam menjaga keanekaragaman hayati global.
Namun, kawasan Mekong juga menghadapi tantangan besar. Aktivitas seperti deforestasi untuk pertanian, pembangunan infrastruktur, dan perburuan liar terus mengancam habitat spesies-spesies ini. “Setiap penemuan baru tidak hanya menjadi perayaan ilmiah, tetapi juga pengingat tentang perlunya tindakan konservasi segera,” kata seorang peneliti yang terlibat dalam eksplorasi Mekong.
Baca juga: Lele Raksasa dari Sungai Mekong, Bisa Sebesar Sapi
Eksplorasi Lautan: Dunia yang Belum Terungkap
Ekspedisi Schmidt Ocean Institute di Samudra Pasifik melaporkan penemuan lebih dari 100 spesies baru di gunung bawah laut yang menjulang tiga kilometer dari dasar laut lepas pantai Chili. Gunung bawah laut ini, yang sebelumnya belum pernah dijelajahi, menjadi rumah bagi ekosistem laut dalam yang luar biasa. Karang dan spons kaca purba menghuni habitat ini, menciptakan lingkungan yang kaya akan keanekaragaman hayati. Karang yang ditemukan di sini diperkirakan berusia ratusan hingga ribuan tahun, menjadikannya salah satu indikator kesehatan ekosistem laut dalam.
Penemuan ini termasuk makhluk unik seperti gurita Casper (Grimpoteuthis) dan “flying spaghetti monster” (Bathyphysa conifera), yang menambah daya tarik laut dalam sebagai pusat keanekaragaman hayati. Selain itu, lebih dari 100 spesies baru potensial, termasuk amphipoda, lobster mini, spons kaca, dan ikan transparan, mempertegas pentingnya perlindungan laut lepas yang saat ini menjadi fokus negosiasi perjanjian PBB.
Kekayaan Keanekaragaman Hayati Indonesia
Indonesia, dengan keanekaragaman flora dan faunanya, terus menjadi pusat perhatian dunia dalam studi keanekaragaman hayati. Tidak hanya menjadi rumah bagi spesies ikonik seperti orangutan dan harimau Sumatera, tahun ini lima spesies anggrek baru ditemukan di berbagai pulau di nusantara. Contohnya, Coelogyne albomarginata dan Dendrobium cokronagoroi menjadi tambahan yang signifikan dalam daftar flora unik Indonesia. Anggrek-anggrek ini mencerminkan adaptasi luar biasa terhadap lingkungan mikro di habitat mereka, dari hutan dataran rendah hingga kawasan pegunungan. Bunganya yang indah juga menarik perhatian ilmuwan dan pecinta flora di seluruh dunia.
Selain anggrek, ilmuwan menemukan berbagai spesies baru di kelompok serangga, ikan air tawar, dan reptil yang unik. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak habitat mikro yang memungkinkan evolusi spesies-spesies endemik dengan karakteristik khas. Contohnya adalah ikan kecil penghuni sungai bawah tanah di Sulawesi, yang memiliki adaptasi serupa dengan ikan transparan di Mekong, serta kura-kura kecil dengan pola unik pada cangkangnya yang ditemukan di Kalimantan.
Namun, kekayaan ini menghadapi tantangan besar akibat aktivitas manusia. Deforestasi, ekspansi perkebunan kelapa sawit, dan polusi air menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan habitat alami spesies-spesies ini. Pemerintah Indonesia, bersama dengan LSM dan masyarakat adat, bekerja untuk memperkuat upaya konservasi melalui program-program perlindungan kawasan hutan dan konservasi berbasis masyarakat. Pengetahuan tradisional masyarakat adat sering kali menjadi kunci dalam memahami ekosistem lokal.
Baca juga: Makhluk Laut Dalam Aneh Ini Hidup di Bangkai Kapal Endurance di Antartika
Kolaborasi dengan Pengetahuan Tradisional
Banyak spesies baru yang ditemukan sebenarnya telah dikenal oleh masyarakat adat selama berabad-abad. Contohnya, ikan berkepala gumpal (Chaetostoma sp. nov.) di Peru yang sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Awajún. Ikan ini tidak hanya dikenal sebagai sumber pangan tetapi juga memiliki makna budaya yang dalam bagi komunitas lokal. “Kolaborasi dengan masyarakat lokal memberikan pemahaman holistik tentang spesies ini,” kata Trond Larsen, pemimpin ekspedisi Alto Mayo.
Di Indonesia, kolaborasi serupa telah menghasilkan temuan-temuan yang signifikan. Contohnya, masyarakat adat di Papua memiliki pengetahuan tentang burung cenderawasih kecil yang baru-baru ini diidentifikasi sebagai spesies baru. Masyarakat setempat telah lama mengenalnya sebagai “penyampai pesan angin,” mengingatkan para ilmuwan tentang pentingnya menghormati dan mengintegrasikan pengetahuan tradisional dalam penelitian ilmiah.
Spesies Baru yang Mencuri Perhatian
1. Landak Vampir (Hylomys macarong)
Ditemukan di dataran tinggi Laos, landak ini memiliki tampilan unik yang mencuri perhatian. Dengan bulu cokelat gelap dan gigi taring panjang menyerupai vampir, hewan kecil ini tampak misterius dan mengintimidasi. Sorotan merah pada matanya semakin memperkuat kesan mistis. Foto spesies ini diambil pada malam hari, menampilkan siluetnya di bawah sinar bulan, membuatnya terlihat seperti tokoh dongeng.
2. Anaconda Raksasa (Eunectes akayima)
Spesies ini memecahkan rekor sebagai ular terbesar di dunia, dengan panjang mencapai 12 meter. Kulitnya berpola hijau gelap dengan belang hitam besar, menciptakan kamuflase sempurna di rawa-rawa tropis Ekuador.
Foto udara yang diambil dengan drone memperlihatkan ular ini melingkar di sekitar pohon, memberikan gambaran betapa masifnya tubuhnya dibandingkan lingkungannya.
Baca juga: Peneliti Temukan Jenis Ular Terbesar dan Terberat di Dunia
3. Katak Pandan
Tiga spesies katak baru dari Madagaskar ini hidup di pohon pandan dan memiliki warna hijau cerah yang serasi dengan habitatnya. Bantalan kaki mereka yang lengket terlihat seperti permata kecil, memungkinkan mereka bergerak di permukaan daun licin.
Foto close-up menampilkan detail tekstur kulit mereka yang menyerupai dedaunan, memperlihatkan adaptasi luar biasa untuk kamuflase.
4. Bunga Amalophyllon miraculum
Tanaman berbunga langka ini ditemukan di dua lokasi kecil di hutan tropis Ekuador. Bunganya yang merah menyala dengan kelopak seperti mahkota menciptakan kontras indah dengan latar belakang hijau hutan.
Foto dari sudut bawah menangkap cahaya matahari yang menembus kelopak, menonjolkan kecantikannya yang seperti kaca patri.
5. Katak Bergigi
Dua spesies langka dari Vietnam dan Cina ini memiliki ciri unik berupa gigi kecil di langit-langit mulutnya. Dengan tubuh yang berwarna cokelat dan pola bercak-bercak menyerupai tanah, katak ini hampir tidak terlihat di habitatnya.
Foto diambil saat mereka sedang berburu di malam hari, menyoroti gigi kecil mereka yang mencuat ketika mulut terbuka.
6. Kucing Harimau Berkabut (Leopardus pardinoides)
Kucing liar kecil ini memiliki bulu dengan pola bercak menyerupai kabut yang memadukan warna cokelat dan abu-abu. Hidup di hutan awan Amerika Tengah, kucing ini memiliki kemampuan berburu di malam hari dengan gerakan yang hampir tak terdengar.
Foto jarak jauh yang diambil dengan kamera jebak memperlihatkan kucing ini sedang melompat di antara dahan pohon, menampilkan kelincahan luar biasanya.
Katak Terkecil dari Brasil (Brachycephalus dacnis)
Ditemukan di Hutan Atlantik Brasil, katak mungil ini memiliki panjang hanya 6,95 milimeter—seukuran penghapus pensil. Tidak seperti katak kecil lainnya yang sering kesulitan menjaga keseimbangan, Brachycephalus dacnis mempertahankan struktur telinga dalamnya, memungkinkan mereka melompat dengan anggun hingga 32 kali panjang tubuhnya.
Penemuan di negara bagian São Paulo ini menyoroti keanekaragaman hayati luar biasa di kawasan yang kritis, karena Hutan Atlantik kini hanya tersisa 13% dari luas aslinya. Kawasan ini diperkirakan masih menyimpan banyak spesies yang belum ditemukan.
Ancaman Terhadap Spesies Baru
Sayangnya, banyak spesies baru ini berada di ambang kepunahan bahkan sebelum diberi nama resmi. Aktivitas manusia, seperti deforestasi, perburuan liar, dan dampak perubahan iklim, mempercepat hilangnya habitat alami. Spesies seperti anaconda raksasa di Amazon menghadapi ancaman langsung dari deforestasi untuk pertanian dan eksplorasi minyak, sementara tanaman seperti Chlorohiptage vietnamensis di Vietnam terancam oleh aktivitas penambangan batu kapur untuk produksi semen.
Habitat laut juga tidak luput dari ancaman. Gunung bawah laut yang baru ditemukan di lepas pantai Chili, meskipun menjadi rumah bagi banyak spesies unik seperti gurita Casper dan Bathyphysa conifera, terancam oleh eksplorasi dasar laut yang intensif. Perubahan suhu laut akibat perubahan iklim juga mengganggu keseimbangan ekosistem ini.
Menurut Walter Jetz, profesor ekologi dari Universitas Yale, “Ada sesuatu yang sangat tidak etis dan mengkhawatirkan tentang manusia yang mendorong spesies ke ambang kepunahan tanpa pernah menghargai keberadaan mereka atau memahami peran mereka dalam jaringan kehidupan di Bumi.”
Selain itu, banyak spesies yang baru ditemukan mungkin memiliki potensi untuk menjadi sumber makanan, obat-obatan, atau manfaat lain bagi manusia. Namun, kehilangannya yang terlalu cepat membuat kita kehilangan kesempatan untuk mengeksplorasi manfaat tersebut. “Setiap spesies adalah bagian penting dari ekosistemnya,” tambah Jetz. “Kehilangannya dapat menciptakan efek domino yang tak terduga dalam sistem yang sudah rapuh.”
Sayangnya, banyak spesies baru ini berada di ambang kepunahan bahkan sebelum diberi nama resmi. Aktivitas manusia, seperti deforestasi, perburuan liar, dan dampak perubahan iklim, mempercepat hilangnya habitat alami. “Kita menghadapi paradoks etis, di mana manusia mempercepat kepunahan spesies yang bahkan belum sempat dikenali,” ungkap Walter Jetz, profesor ekologi dari Universitas Yale.
Berita ini dilaporkan oleh tim Mongabay Global dan dipublikasikan perdana di sini pada tanggal 26 Desember 2024. Artikel ini diterjemahkan oleh Akhyari Hananto