Mongabay.co.id

Melihat Usaha Kupas Rajungan di Pulau Kasu, Berdayakan Ibu Rumah Tangga

 

Di atas pelantar berukuran seperempat lapangan takraw beberapa ibu rumah tangga dengan cekatan mengupas kepiting rajungan (Portunus spp). Angin musim barat berhembus masuk ke dalam pelantar yang terdapat di Pesisir Pulau Kasu, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa (10/9/2024).

Iyah, salah satu ibu rumah tangga itu terlihat sibuk mengupas bagian tangan kepiting rajungan. Dengan sigap ia memisahkan daging yang terdapat di dalam tangan kepiting dengan pisau.

Perlahan daging kepiting ditumpuk dalam wadah mangkok. “Semakin banyak daging yang kita kupas, semakin besar dibayar,” katanya.

Dalam satu minggu ia bisa mendapat upah Rp100.000 sampai Rp200.000. “Uang bisa untuk belanja sehari-hari, daripada tidur di rumah,” katanya.

Begitu juga yang dilakukan Sutini (42). Ia mendapatkan bagian mengupas jari rajungan untuk diambil dagingnya. “Yang paling sulit itu kupas jari rajungan, karena kecil,” katanya.

Sutini juga membawa satu orang anak perempuannya untuk ikut bekerja. Anaknya bekerja selepas pulang sekolah. “Kalau saya jam 10 pagi udah kerja, sampai setelah shalat maghrib,” katanya.

Baca : Rajungan: Populer di Luar Negeri, Terancam di Dalam Negeri

 

Beberapa ibu rumah tangga sedang asyik bekerja mengupas rajungan di rumah Latifah di Kota Batam, Selasa (10/9/2024). Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Pekerjaan kupas rajungan ini sudah digeluti ibu-ibu di Pulau Kasu puluhan tahun lamanya. Dalam satu minggu mereka bisa mendapat upah Rp100.000 – Rp300.000, tergantung jumlah daging yang berhasil mereka kumpulkan.

“Sebenarnya tergantung berapa banyak kita kupas, kalau semakin rajin makin banyak duitnya. Dan juga tergantung barang. Kalau tak ada barang tak kerjalah,” kata ibu dua orang anak ini.

 

Industri Rumahan untuk Kebutuhan Ekspor

Usaha kupas daging kepiting rajungan tempat Iyah dan para ibu-ibu lainnya itu bernama Singa Rajungan milik Latifah (40). Setidaknya ada empat industri rumahan serupa termasuk milik Latifah di Pulau Kasu.

Latifah mengajak Mongabay melihat sentra industri rumahan kupas daging rajungan miliknya yang dijalankan sejak 2005. “Dulu saya belajar dengan kakak suami saya,” kata Ipah sapaan akrab Latifah.

Semenjak suaminya meninggal, Ipah menjalankan bisnisnya sendiri. “Sekarang saya punya tiga karyawan laki-laki, 10 orang ibu-ibu,” katanya.

Ipah mengatakan, rajungan awalnya diambil dia dari nelayan Pulau Kasu dan para pengepul di sekitar Batam. Setelah itu kepiting rajungan diolah untuk diambil dagingnya.

Pengolahan dimulai dengan merebus rajungan selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pembersihan dan pemisahan antara badan, tangan dan jari, termasuk juga pembersihan kulit rajungan. “Setelah dikukus 30 menit, dan matang, dibuka kulitnya atau cangkang oleh ibu-ibu, kadang anak sekolah juga ada yang ikut kerja,” jelasnya.

Upah yang diberikan kepada pekerja tergantung jumlah daging yang berhasil mereka kupas. Setiap jenis daging yang dikupas juga berbeda, misalnya daging yang terdapat di jari dibayar Rp30.000/kilogram, bagian jepit Rp12.000/kilogram, sedangkan badan rajungan karena lebih mudah dihargai Rp10.000/kilogram.

“Yang paling mahal, bagian flower-nya, kalau bisa mengambil dagingnya dengan utuh dihargai Rp 40.000/kilogram,” katanya.

Baca juga : Inovasi Budi daya Kepiting Bakau di Batam, Solusi Nelayan dari Kerusakan Pesisir

 

Daging kepiting rajungan yang sudah di kupas . Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Latifa mengambil rajungan tergantung ukuran kepada nelayan atau pengepul. Biasanya ada tiga tipe, pertama ukuran rajungan yang berukuran satu ekor satu kilogram, dibelinya seharga Rp100.000/kilogram. Kedua, 8-9 ekor rajungan per kilogram harganya turun menjadi Rp50.000/kilogram, sedangkan ukuran 12 ekor per kilogram Ipah membeli seharga Rp20.000/kilogram.

Pendapatan Ipah, tergantung harga beli perusahaan dan juga ketersediaan kepiting rajungan. Dalam kondisi harga bagus dan stok ada dalam satu hari Ipah bisa menghasilkan 50 kilogram daging rajungan.

Setelah daging rajungan kupas dan dipisah serta di bungkus. Dagin rajungan akan dikirim ke perusahaan ekspor yang terdapat di Medan.

Sedangkan ketika harga tidak cocok dan stok kurang seperti saat ini, Ipah  bilang, daging yang berhasil ia kumpulkan hanya 20 kilogram. Itupun hanya produksi dua kali dalam seminggu, bukan setiap hari.

“Sekarang ini lagi sepi (stok kepiting rajungan), karena musim barat, harga (beli) juga murah,” katanya. Makanya hanya beberapa  perempuan yang bekerja. Biasanya sampai 10 orang.

Harga jual daging rajungan ke perusahaan ekspor bisa mencapai Rp100.000/kilogram. Sedangkan harga paling tinggi mencapai Rp300.000/kilogram. “Kita kirim daging ke perusahaan Toba di Medan,” katanya.

Daging rajungan ini informasinya akan diekspor untuk dibuat makanan kaleng dengan bahan dasar daging kepiting rajungan.  Biasanya dari 200 kilogram kepiting rajungan mentah yang diterima dari nelayan, Ipah bisa mengambil dagingnya menjadi 40 kilogram daging.

Saat ini Ipah, membutuhkan bantuan tambahan modal. Ia berencana ingin memperbanyak lemari freezer agar bisa menyimpan stok daging kepiting lebih banyak.

“Dalam sehari kalau lagi ramai, saya bisa dapat penghasilan bersih Rp500.000, itu kalau ramai, kalau lagi sepinya bisa tekor atau hutang, operasional bisa tidak tertutup,” katanya. Ipah mengaku, memilih kepiting rajungan daripada bakau karena kepiting bakau langka, tidak seperti rajungan.

Baca juga : Kisah Gila Ato Tanam Ratusan Ribu Mangrove Demi Kepiting

 

Beberapa perempuan di Pulau Kasu, Belakang Padang, Kota Batam mengupas rajungan untuk di ekspor. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Begitu juga yang dikatakan Burhanudin, pemilik usaha kupas daging rajungan lainnya di Pulau Kasu yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah Ipah.

Ia mengatakan, bisnis kupas daging rajungan ini sudah banyak di beberapa daerah salah satunya di Sulawesi. “Kalau di Batam saat ini ada delapan industri rumahan serupa. Empat di Pulau Kasu, satu di Tanjung Banun, satu di Sembulang, dan dua di Pulau Setokok,” katanya.

Prinsip agar bisnis kupas daging rajungan ini bertahan adalah kebersihan dan kedisiplinan pekerja.  “Kalau ada semut atau minyak di daging, perusahan akan kurangi bayarannya,” katanya.

Di kesempatan yang sama, staf kelurahan Pulau Kasu, Selamat mengatakan, saat ini di Pulau Kasu terdapat empat rumah industri pengolahan rajungan. “Kalau kita sifatnya mengawasi saja. Kalau ada kendala kita akan bantu, termasuk pinjaman modal,” katanya. Pulau Kasu terdiri dari 1147 kepala keluarga. Hampir 93 persen bekerja sebagai nelayan.

 

Komoditas Prioritas KKP

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan nilai ekspor rajungan mencapai USD448 juta pada tahun 2023. Selain itu secara sosial, komoditas ini memberikan penghidupan bagi sekitar 90.000 nelayan rajungan dan 180.000 pengupas yang mengolah rajungan.

“Rajungan merupakan salah satu dari lima komoditas prioritas KKP dan tentu kami akan berkomitmen untuk menjaga komoditas ini sebagai produk perikanan sustainable yang diperoleh dengan cara-cara yang ramah lingkungan ,” ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulisnya, Minggu (10/3/2024).

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong jajarannya untuk meningkatkan  produksi rajungan. Langkah tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari mencari dan membudidayakan komoditas rajungan. (***)

 

 

Prinsip Keberlanjutan untuk Penyelamatan Kepiting dan Rajungan, Seperti Apa?

 

 

Exit mobile version