- Kratom merupakan pohon endemik Asia Tenggara yang sejak lama daunnya dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat sebagai tumbuhan herbal. Tumbuhnya dekat aliran sungai yang kaya bahan organik. Urat daunnya memiliki dua jenis warna, yaitu hijau dan merah kecokelatan.
- Di Indonesia, kratom lebih populer dengan nama daun “purik”, “kedamba” atau “sapat”. Tumbuhan herbal ini telah digunakan secara tradisional selama ribuan tahun, baik itu sebagai stimulan hingga obat tradisional oleh masyarakat lokal Asia Tenggara.
- Sejumlah penelitian memperingatkan potensi bahaya atau kehati-hatian dalam penggunaan kratom. Termasuk, masalah kecanduan hingga efek mematikan jika disalahgunakan. Farmakologi kratom yang rumit harus diteliti mendalam di masa depan, meskipun sejauh ini belum ada laporan kematian atau insiden keracunan penggunaan kratom di negara-negara Asia, termasuk Indonesia.
- Pemerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan kratom sebagai komoditi ekspor unggulan karena dampak ekonomi yang signifikan, serta potensi kesehatan yang dimilikinya.
Kratom [Mitragyna speciosa] lagi hangat diperbincangkan. Apa yang membuatnya istimewa?
Kratom merupakan pohon endemik Asia Tenggara, khususnya Thailand, Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Papua Nugini dan Indonesia. Masuk dalam keluarga Rubiaceae, kratom yang tingginya sekitar 4-16 meter, berkerabat dekat dengan pohon kopi.
Tumbuhnya dekat aliran sungai yang kaya bahan organik. Urat daunnya memiliki dua jenis warna, yaitu hijau dan merah kecokelatan.
Di Indonesia, kratom lebih populer dengan nama daun “purik”, “kedamba” atau “sapat”. Di Malaysia dikenal “kratom”, “ketum”, atau “biak” sementara di Thailand disebut “krathom” atau “thom”.
Menurut penelitian Cinosi dkk. [2015] yang melakukan analisis kritis terhadap 113 studi terkait pohon kratom, tumbuhan herbal ini telah digunakan secara tradisional selama ribuan tahun, baik itu sebagai stimulan hingga obat tradisional oleh masyarakat lokal Asia Tenggara.
“Secara historis, nelayan, petani, dan penyadap karet di Malaysia utara dan Thailand selatan, umumnya menggunakan daun ketum untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka di bawah terik matahari. Juga, untuk menghilangkan rasa lelah,” tulisya.
Masih sumber yang sama, dijelaskan bahwa masyarakat pedesaan secara tradisional memakan langsung daun kratom untuk mengobati masalah medis mereka misalnya, diabetes, diare, demam, dan nyeri, serta sebagai tapal luka.
Digambarkan dalam penelitian Suwanlert, [1975] yang melakukan kajian terhadap para pemakan kratom di Thailand, ada beberapa efek yang digambarkan oleh para pecandu kratom. Ini termasuk rasa uforia atau bahagia dan aktif.
“Aspek terpenting bagi pecandu jenis ini adalah keinginan kuat untuk menggarap lahan, di sawah, atau melakukan pekerjaan manual lain. Mereka dapat bekerja dari pagi hingga sore, meski cuaca sangat panas.”
Hal ini mirip dengan penelitian Syarma dkk. [2023] yang menyatakan bahwa masyarakat di sekitar Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, menggunakan daun kratom sebagai penambah stamina dan mengatasi nyeri otot dengan cara diseduh menjadi teh.
Benarkah semua itu? “Farmakologi kratom sendiri rumit dan memerlukan penelitian di masa depan,” tulis Cinosi dkk.
Kratom diperkirakan mengandung lebih dari 40 alkoloid atau senyawa kimia alami dan yang paling penting adalah mitragynine. Alkoloid inilah yang bertanggung jawab atas aktivitas analgesik [pereda nyeri], yang telah dikaitkan dengan penggunaan kratom terutama karena sifat agonis opioidnya yang kuat.
Masih penelitian yang sama, dipaparkan bahwa aktivitas pereda nyeri ini mungkin identik dengan morfin. Namun, secara struktural berbeda dari morfin dan komponen lain dari keluarga opioid.
Dalam penelitian Raini [2017], dijelaskan bahwa bukti-bukti penelitian pada hewan menunjukkan bahwa kratom aman pada dosis rendah dan bersifat toksik pada dosis tinggi. “Namun, karena tidak teraturnya efek farmakologi kratom, maka sulit untuk menetapkan dosis Threshold [atau dosis yang aman dan efektif].”
![](https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2024/07/Daun-kratom-memiliki-manfaat-kesehatan-hingga-ekonomi.-Foto-Freepik.jpg)
Potensi bahaya
Melalui analisis kritis terhadap ratusan publikasi terkait kratom di dunia, Cinosi dan kolega menyimpulkan adanya “potensi bahaya serius” dari penggunaan kratom. Hal ini karena berbagai efek samping yang kurang dieksplorasi di kalangan pengguna.
“Ini sering termasuk mual, sembelit, masalah tidur, disfungsi ereksi sementara, gatal-gatal, berkeringat, hiperpigmentasi dan tremor, serta anoreksia dan penurunan berat badan dalam jangka panjang,” tulisnya.
Lebih jauh, beberapa pengguna menggambarkan kerontokan rambut, mungkin terkait penggunaan kratom secara teratur [setiap hari]. Gejala putus obat juga sering terjadi, termasuk nyeri otot, mudah tersinggung, gangguan mood, pilek, diare, dan otot tersentak.
Penelitian ini juga menggarisbawahi potensi berbahaya beredarnya kratom secara bebas di internet, dengan iming-iming harga lebih murah, tanpa resep dokter.
Pasar ini, terutama akibat tingginya permintaan untuk mengatasi gejala putus obat opioid [pereda nyeri] atau gejala putus obat heroin, metadon, atau suboxone, atau untuk efek ansiolitik dan antidepresan.
Dampaknya, kasus efek samping dan keracunan di berbagai negara juga telah dilaporkan, termasuk toksisitas hati, kejang, koma, sindrom gangguan pernapasan dewasa dan sebagainya.
“Bukti juga menunjukkan bahwa kratom mungkin menjadi zat mematikan jika dicampur senyawa lain. Kematian yang diakibatkan oleh penggunaan produk berbasis kratom yang dikenal sebagai “Krypton” juga telah dilaporkan, dengan 9 kasus terdokumentasi di Swedia,” tulis penelitian Cinosi dkk.
Meski demikian, sejauh ini belum ada laporan kematian atau insiden keracunan penggunaan kratom di negara-negara Asia. Penyebabnya, mungkin karena para pengguna kratom di Asia masih membeli kratom asli atau bukan produk yang dipalsukan, serta masih dalam dosis rendah.
Atau, tidak adanya laporan negatif ini berkaitan dengan penyedia layanan kesehatan lokal di Asia yang menganggap kratom sebagai obat herbal tradisional, sehingga dampak buruk seperti yang dilaporkan sebelumnya tidak disebarluaskan.
“Lebih jauh, penggunaan kratom tidak menyiratkan perilaku berisiko seperti berbagi jarum suntik, yang umum terjadi pada pecandu heroin. Di sisi lain, bukti menunjukkan bahwa kratom dapat menimbulkan masalah kecanduan dan menyebabkan masalah sosial lain,” jelas Cinosi dkk.
![](https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2024/07/Kratom_leaves.jpeg)
Kontroversi kratom
Sejak lama, kratom menjadi kontroversi di berbagai negara. Di Denmark, Jerman, Finlandia, Rumania, dan Selandia Baru penggunaan kratom dikendalikan dan dimasukkan dalam Schedule 1 drug.
Namun, di sejumlah negara seperti Inggris, Austria, Belgia, Yunani, sebagian besar Amerika Serikat, serta Indonesia, kratom masih legal [Raini, 2017].
Penelitian terbaru Fadholi et al., [2023] berjudul “Analisis Naratif Kebijakan Kratom di Indonesia” menunjukkan sejumlah perbedaan pendapat tentang penggunaan kratom di antara berbagai instansi pemerintah di Indonesia.
Dijelaskannya, narasi kebijakan kratom sudah bergulir sejak 2014. Ada dua lembaga yang konsisten menyerukan pelarangan kratom, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan [BPOM] dan Badan Narkotika Nasional [BNN].
Sementara Kementerian Kesehatan [Kemenkes], meskipun sempat sepakat untuk memasukkan kratom dalam kategori narkotika golongan 1 pada 2017, ini tidak diwujudkan dengan memasukkannya dalam Permenkes 7 Tahun 2018. Bahkan, Kemenkes masih melakukan kajian untuk memasukkan kratom dalam golongan 2 dan 3 sehingga dapat digunakan untuk tujuan kesehatan.
Pada akhirnya, dinamika pelarangan kratom ini mendapat penolakan dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah daerah, khususnya di Kalimantan, yang masyarakatnya sudah telanjur mengembangkan komoditi ekspor kratom dan dianggap memilik dampak ekonomi siginifikan.
Selain alasan ekonomi dan kesehatan, tumbuhan kratom juga dianggap bermanfaat dalam upaya reforestasi dan bermanfaat dalam menjaga abrasi di aliran sungai. Lebih lanjut, hingga saat ini belum ada data keracunan terkait penyalahgunaan kratom di Indonesia.
“Varietas kratom di Indonesia mungkin berbeda dengan kratom di negara lain, sehingga tidak dapat disamakan,” tulis penelitian tersebut.
Dikutip dari detikfinance, pemerintah saat ini serius mempersiapkan kratom sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia. Pertumbuhan ekspor kratom Indonesia naik 15,92 persen pertahun, dengan nilai ekspor mencapai USD7,33 juta, seperti dikutip dari kompas.com.
Dalam Fadholi dkk. [2023], dijelaskan bahwa petani kratom di Kabupaten Kapuas Hulu,, Kalimantan Barat, mampu mengumpulkan penghasilan 1-8 juta rupiah per bulan.
“Jika kedepan dalam perkembangannya, Indonesia melegalkan kratom maka untuk meningkatkan nilai ekspor perlu dibangun pengolahan kratom menjadi bahan obat. Sehingga, tidak perlu untuk mengekspor bahan mentah. Kebijakan kratom juga harus dirumuskan, agar tidak ada kekosongan regulasi,” tulisnya.
Referensi:
Cinosi, E., Martinotti, G., Simonato, P., Singh, D., Demetrovics, Z., Roman-Urrestarazu, A., Bersani, F. S., Vicknasingam, B., Piazzon, G., & Li, J.-H. (2015). Following “the roots” of Kratom (Mitragyna speciosa): the evolution of an enhancer from a traditional use to increase work and productivity in Southeast Asia to a recreational psychoactive drug in western countries. BioMed Research International, 2015(1), 968786.
Fadholi, A., Puspitasari, M., & Barus, L. S. (2023). Analisis Naratif Kebijakan Kratom di Indonesia. Jurnal Alwatzikhoebillah : Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Humaniora, 9(2), 462–474. https://doi.org/10.37567/alwatzikhoebillah.v9i2.2048
Raini, M. (2017). Kratom (Mitragyna speciosa Korth): Manfaat, Efek Samping dan Legalitas. National Institute of Health Research and Development, Indonesian Ministry of Health. https://media.neliti.com/media/publications-test/179334-kratom-mitragyna-speciosa-korth-manfaat-06cc9240.pdf
Suwanlert, S. (1975). A study of kratom eaters in Thailand. Bull Narc, 27(3), 21–27. https://naturetrust.org/wp-content/uploads/2018/06/A-Study-of-Kratom-Eaters-in-Thailand.pdf
Syarma, R., Kartikawati, S. M., & Setyawati, D. (2023). Karakteristik Dan Pengetahuan Masyarakat Desa Entibab Tentang Pemanfaatan Tumbuhan Kratom (Mitragyna speciosa) di Kabupaten Kapuas Hulu. JURNAL HUTAN LESTARI, 11(1), 75–87. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26418/jhl.v11i1.60416