- Daun woka merupakan pembungkus dodol khas yang disajikan saat lebaran ketupat di Gorontalo.
- Daunnya yang mulus dan licin disebut cocok untuk membungkus dodol, apalagi daun woka anti lengket dan aromanya berpadu dengan aroma dodol.
- Daun woka memiliki nama ilmiah Livistona r Namun belum banyak informasi ilmiah mengenai daun ini.
- Penelitian menyebutkan, daun woka mampu memberikan kontribusi pada pengembangan kawasan ekowisata.
Sabtu, 29 April 2023, ada tradisi Lebaran Ketupat atau disebut Syawalan, perayaan seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini berlangsung di beberapa tempat di Indonesia, tidak terkecuali di Gorontalo.
Awalnya, perayaan ini di Gorontalo hanya dilakukan oleh masyarakat Jaton [Jawa Tondano], namun seiring waktu kini hampir tersebar di berbagai tempat di provinsi ini.
Satu tempat perayaan dilaksanakan di Desa Yosonegoro, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo atau sering disebut sebagai kampung Jawa Tondano. Selain ketupat, penganan yang menjadi ciri khas perayaan ini adalah dodol yang menjadi favorit masyarakat.
Sebagaimana diketahui, dodol merupakan penganan berbahan dasar tepung ketan, santan kelapa, dan gula merah. Umumnya, pembungkus dodol adalah kertas dan bahkan ada yang menggunakan bahan plastik.
Namun uniknya, dodol di Gorontalo penyajiannya menggunakan daun bernama woka. Istilah daun woka sangat akrab bagi masyarakat Gorontalo dan juga Sulawesi Utara karena terkenal sebagai pembungkus makanan. Daun ini sepintas mirip janur atau daun kelapa muda.
Baca: Istilah Mabuk Kepayang Berasal dari Buah Ini
Gunawan Luawo, warga di Yosonegoro mengatakan, sejak lama dia menggunakan daun woka sebagai pembungkus dodol karena sangat bagus. Daunnya yang mulus dan licin sangat cocok untuk membungkus dodol, anti lengket. Aroma daun yang alami terasa sangat kuat, berpadu dengan aroma dodol.
Daun woka ini dia dapatkan dengan cara pergi ke hutan, karena tersebar cukup banyak dan mudah ditemui.
“Sudah banyak juga warga yang menjual daun woka di pinggir jalan, biasanya empat hari sebelum Lebaran. Harganya 5 ribu Rupiah untuk 3 sampai 4 lembar,” terang Gunawan, Sabtu [29/04/2023].
Baca: Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia
Peran daun woka dalam ekowisata
Daun woka [Livistona rotundifolia] termasuk jenis palem. Bentuknya bundar dan bisa melebar seperti kipas.. Namun belum banyak informasi ilmiah mengenai daun ini.
Ini terungkap dalam penelitian Fábio Alessandro Padilha Viana dan kolega [2016] dari Universidade de Brasília dengan judul “Morpho-anatomical characterization of diaspores and seedlings of Livistona rotundifolia”. Penelitian itu menyebut, sangat sedikit informasi yang diketahui tentang morfologi dan anatomi biji dari palem jenis Livistona rotundifolia.
“Studi morfologi dan anatomi benih dan pembibitan pohon palem ini masih langka, mengingat kepentingan keragaman dan kompleksitas familinya,” ungkap para peneliti.
Meski demikian, para peneliti mengatakan bahwa Livistona rotundifolia merupakan tanaman asli yang bisa ditemukan di Indonesia, Malaysia, dan Filipina tetapi dapat dibudidayakan di seluruh dunia terutama di negara tropis dan subtropis. Selain itu, daun woka juga termasuk spesies tanaman hias yang bisa ditanam di pot, seperti halnya bunga hias di ruangan.
Baca juga: Identik Timur Tengah, Pohon Kurma Bisa Tumbuh di Indonesia
Sementara penelitian lain menyebut, daun woka mampu memberikan kontribusi pada pengembangan kawasan ekowisata. Hal itu diungkap dalam penelitian berjudul “Peran Daun Woka dalam Mendukung Keberlanjutan di Kawasan Ekowisata Tapakulintang, Sulawesi Utara” [2020] yang ditulis Tutun Seliari, Fajri Ansari, dan Fendi Saputra.
Menurut mereka, keterampilan masyarakat sekitar kawasan dalam mengolah dan memanfaatkan daun woka pada kehidupan keseharian, merupakan identitas kawasan yang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi pengembangan kawasan wisata. Terutama, sebagai destinasi ekowisata minat khusus.
Pada masyarakat sekitar lokasi penelitian, selain digunakan sebagai wadah tradisional atau penyajian makanan seperti dodol, daun woka juga digunakan untuk pembungkus hasil kebun dan buruan, hingga atap dan dinding rumah, serta tanaman hias dan penguburan tradisional suku Minahasa kuno.
“Eksplorasi sangat diperlukan, terutama dalam hal pamanfaatan daun woka sebagai elemen arsitektural dan industri kreatif yang menjadi bagian pengembangan fasilitas pendukung wisata,” ungkap para peneliti.