- Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki dua kekayaan alam : tambang dan keindahan alam. Selama ini hanya sektor tambang yang dikembangkan, sementara pariwisata masih dianaktirikan
- Pantai berpasir putih, sunset, dan tebing-tebing cadas menjadi pemandangan di beberapa pantai di Sumbawa Barat. Sudah mulai dibangun fasilitas penginapan, menjadi harapan pariwisata masa depan
- BPSPL dan BKSDA melobi pelaku wisata untuk mau membantu konservasi penyu karena masih maraknya pengambilan telur penyu untuk dikonsumsi dan dijual masyarakat setempat. Salah satu resort di Desa Sekongkang Bawah sudah mulai melakukan hal itu
- Bagi pegiat lingkungan, pemerintah Sumbawa Barat belum serius mengembangkan pariwisata. Masih terlena dengan hasil tambang. Jika pariwisata berkembang, pegiat lingkungan yakin akan mengurangi perburuan telur penyu. Tapi harus diikuti kebijakan pelarangan para ASN dan pejabat di Kabupaten Sumbawa Barat untuk mengkonsumsi telur penyu yang selama ini sudah jadi kebiasaan
- Tulisan ini merupakan bagian ketiga dari tiga tulisan. Tulisan pertama berjudul Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu. Tulisan kedua berjudul Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Antara Kebutuhan Perut dan Mimpi Ekowisata.
Dua kata untuk menggambarkan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Nusa Tenggara Barat (NTB) : kaya dan eksotis. Kabupaten ini kaya raya, penyumbang devisa bagi negara dari penghasil emas dan tembaga terbesar kedua setelah Freeport di Papua. Puluhan tahun bumi Sumbawa Barat dikeruk PT. Newmont Nusa Tenggara Barat (NNT) dan belakangan berganti pemilik kepada PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Sumbawa Barat adalah kabupaten yang eksotis. Di bagian utara, terdapat gugusan pulau-pulau kecil (gili) yang dikenal dengan Gili Balu. Dua yang ikonik, Pulau Kenawa dan Pulau Paserang dikunjungi seribuan wisatawan lokal, nusantara, dan mancanegara. Menjadi persinggahan kapal yang membawa wisatawan dari Bali dan Lombok menuju Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan pesisir pantai bagian selatannya bak lukisan besar yang dibentangkan. Pasir putih dengan tebing-tebing cadas di sisi kiri kanan, saat sore bisa menikmati sunset dengan sempurna.
Pantai Lawar adalah salah satu lukisan keindahan itu. Saya menikmati malam di sebuah resort tepi pantai. Pantai itu terbentuk dari sejarah panjang geologi. Di sisi kanan resort, berdiri kokoh tebing-tebing cadas. Salah satunya menjadi spot pemanjatan. Di sisi kanan tebing lebih pendek membentuk sebuah goa kecil. Dengan pohon yang masih rimbun menjadi rumah bagi burung dan kera. Sepanjang pagi suara burung menjadi musik alam menemani pagi.
Pemilik resort, seorang pria dari Eropa mempertahankan suasana alami itu. Membangun rumah panggung kayu dengan dinding dari kain-kain tenda tebal. Menjadikannya sebuah glamping dengan tarif di atas Rp1 juta per malam. Di sebuah pojokan tepi pantai, pemilik resort menyiapkan tempat menampung telur penyu yang diselamatkan pada para pencari dua malam sebelumnya.
baca : Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)
“Setidaknya kalau di sini aman sampai menetas, karena pemilik resort bisa menjaga dan ke depannya kita harapkan semua pelaku wisata di Sumbawa Barat melakukan hal yang sama,’’ kata Barmawi, dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar wilayah kerja NTB, yang menemani pada akhir Juni lalu.
Sebenarnya cara terbaik untuk konservasi penyu adalah dengan membiarkannya di alam. Penyu naik bertelur, menggali lubang, menetas menjadi tukik menuju ke laut. Di daratan musuh alaminya biawak dan anjing yang bisa memakan telur penyu atau tukik yang baru menetas. Ketika sampai di laut, tukik ditunggu oleh predator. Kemungkinan banyak yang tidak selamat selama proses itu. Tapi dalam 20 tahun terakhir muncul musuh alami yang lebih ganas : manusia. Mengambil semua telur penyu, bahkan kadang memburu penyunya. Memakan telur penyu dan memperjualbelikan. Kadang tidak ada tersisa satu butir pun telur sampai menetas.
Menyelamatkan telur penyu dari perburuan, lalu memindahkan ke tempat penangkaran adalah pilihan terbaik saat ini. Tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui BPSPL dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) mengajak pelaku wisata untuk memberikan contoh. Menyelamatkan telur penyu, menjaga hingga menjadi tukik lalu melepasnya kembali ke alam bebas. Jika kemudian ada tamu mereka yang menyaksikan proses mulai pemindahan telur penyu, menjadi tukik, melepas tukik, itu adalah bonusnya.
Pantai selatan Sumbawa Barat terbentang dari Maluk hingga Talonang Baru. Dari garis pantai sepanjang sekitar 65 km, 25 km adalah lokasi bertelur penyu. Kebetulan juga lokasi bertelur itu adalah pantai-pantai yang eksotis. Pasir putih dengan pemandang sunset di kala sore. Di beberapa lokasi menjadi lokasi surfing, seperti di Pantai Lawar, Desa Sekongkang Bawah, Kecamatan Sekongkang. Kini bermunculan resort, homestay, hotel di pinggir pantai yang dimiliki investor asing dan investor dalam negeri, hingga dikelola masyarakat lokal.
“Kami berharap Sekongkang Bawah ini bisa menjadi contoh untuk konservasi penyu,’’ kata Kepala Desa Sekongkang Bawah Sudirman.
baca juga : Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Antara Kebutuhan Perut dan Mimpi Ekowisata (bagian 2)
Sebagian besar fasilitas pariwisata yang dibangun di Sumbawa Barat ada di Desa Sekongkang Bawah. Diakses dengan jalan mulus hotmix berjarak dua jam dari ibukota kabupaten di Taliwang. Apalagi kawasan ini juga menjadi areal tambang emas dan tembaga. Walaupun cukup jauh, tapi mudah untuk diakses.
Sebenarnya pernah dibangun fasilitas penangkaran telur penyu dan tukik di Pantai Gili Dua, Desa Sekongkang Bawah yang didukung oleh PT NNT. Tapi begitu program berakhir, berakhir pula kegiatan itu. Kini pihak desa berinisiatif memulai. Mengajak masyarakat, khususnya anak-anak muda yang tergabung di dalam kelompok sadar wisata. Sudirman sadar, daerahnya memiliki kekayaan alam yang tak kalah dari tambang emas dan tembaga yang selama ini dibiarkan terbengkalai.
Puluhan tahun mengeruk hasil tambang emas dan tembaga membuat Sumbawa Barat terlena. Masyarakat di sekitar lingkar tambang juga banyak mengandalkan pekerjaan yang masih berkaitan dengan tambang. Menjadi buruh, atau menjadi tenaga kerja di perusahaan-perusahaan subkontraktor. Pariwisata belum digarap serius. Akses jalan berupa jalan tanah menuju pantai-pantai masih rusak. Berbeda jauh dengan kondisi akses utama jalan hotmix. Akses jalan menuju pantai menjadi tanggung jawab kabupaten.
Pariwisata yang sedang menggeliat di Nusa Tenggara Barat ikut disambut antusias oleh anak-anak muda. Ini setidaknya terlihat dari perbincangan di media sosial dan munculnya berbagai komunitas. Komunitas travelling, fotografi, penghobi wisata pantai, komunitas generasi pesona Indonesia, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), pegiat lingkungan.
Mereka aktif mempromosikan keindahan Sumbawa Barat dan gencar menggelar berbagai kegiatan. Sudirman berharap keaktifan anak-anak muda yang mengelola wisata ini bisa menjadi alternatif untuk mengurangi perburuan telur penyu, dan bahkan ke depannya tidak ada lagi perburuan telur penyu untuk konsumsi dan diperjualbelikan.
baca juga : Digagalkan, Penyelundupan Ribuan Telur Penyu dari Tambelan ke Pontianak
Ekowisata Masih Sebatas Mimpi
Musmuliadi Yowry adalah pegiat lingkungan dari Sahabat Bumi, sebuah komunitas yang peduli pada isu lingkungan di Sumbawa Barat. Pada malam itu Yowry dan rekannya Budiman ikut sosialisasi ke para pemburu penyu.
Menurut mereka, tantangan konservasi penyu di Sumbawa Barat adalah para pemburu telur penyu di Desa Talonang Baru untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan sebagai penghidupan. Hampir setiap hari telur penyu diperjualbelikan secara bebas di pasar di Sumbawa Barat. Ketika marak media sosial, ditawarkan melalui marketplace Facebook.
Yowry menunjukkan beberapa akun Facebook warga Sumbawa Barat yang menawarkan telur penyu seharga Rp20.000 untuk 5 butir telur penyu atau Rp4.000 untuk sebutir telur. Harganya lebih mahal dibandingkan harga telur ayam yang berkisar Rp1.500 – Rp1.800 per butir. Tidak ada penindakan dalam perdagangan telur penyu secara bebas itu.
Kondisi ini semakin diperparah dengan anggapan telur penyu itu sebagai budaya masyarakat Sumbawa Barat. Budaya yang semakin dipopulerkan karena kebiasaan para pejabat pemerintah memesan telur penyu untuk hidangan, bahkan sebagai hadiah untuk pimpinan mereka.
‘’Kalau mau buat surat edaran (pelarangan konsumsi telur penyu), yang pertama kali disasar itu justru para pegawai dan pejabat Sumbawa Barat,’’ kata Yowry.
perlu dibaca : Jual Telur Penyu, Pedagang di Samarinda Ditangkap Aparat
Karena menjadi gaya hidup dan dianggap budaya, permintaan telur penyu meningkat. Yowry mencontohkan penjualan telur penyu di marketplace itu bukan oleh warga pemburu telur penyu. Mereka adalah pengepul sebagai tangan kedua dan pengecer sebagai tangan ketiga yang menjual langsung ke pasar. Mereka membeli telur penyu untuk dijual kembali.
‘’Kalau hanya mengkonsumsi sendiri tidak akan sampai puluhan bisa dimakan. Tapi karena sudah jadi komoditas, akhirnya orang berlomba-lomba mencari telur penyu sebanyak-banyaknya. Dan itu dicontohkan oleh pejabat Sumbawa Barat,’’ kata Yowry menjelaskan beberapa waktu lalu sempat viral seorang pejabat di Sumbawa Barat yang makan telur penyu secara live di Facebook.
Kepala Desa Sekongkang Bawah Sudirman memperkuat jika dia punya kenalan seorang ASN Sumbawa Barat. Ketika libur ASN itu ke pantai mencari telur penyu, kadang membeli, untuk kemudian dijual lagi. Akhirnya masyarakat menganggap jual beli telur penyu itu sebagai usaha yang legal.
Sahabat Bumi selama ini memang aktif kampanye tentang hutan dan pencemaran sungai kareana banyaknya kasus tambang emas illegal di Sumbawa Barat. Tapi untuk isu penyu ini memang cukup berat tantangannya. Hampir semua stakeholder di Sumbawa Barat terlibat dalam konsumsi telur penyu.
‘’Kalau kita tanya satu persatu, sebagian besar pejabat di sini makan telur penyu. Bahkan saat kegiatan telur penyu jadi suguhan,’’ katanya.
Ekowisata memang diwacanakan sebagai alternatif menghidupkan konservasi penyu. Beberapa lokasi percontohan pernah didukung, seperti di Maluk, Sekongkang Bawah, Talonang Baru. Kegiatan pelepasan tukik juga rutin digelar, termasuk didukung PT NNT. Pemerintah juga ikut pelepasan tukik, walau di belakang meja mereka memakan telur penyu.
‘’(Pemkab Sumbawa Barat) belum terlalu serius menggarap ekowisata,’’ katanya.
menarik dibaca : Kesetiaan Pokmaswas Jalur Gaza Flores Timur Lakukan Konservasi Penyu
Pantai-pantai di Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang memang terkenal keindahannya. Di Sekongkang Bawah sudah berdiri beberapa resort milik orang asing. Sudah mulai berdatangan wisatawan asing. Keindahan pantai pasir putih menjadi daya tarik mereka datang ke Sumbawa Barat. Kelompok sadar wisata juga didukung, walaupun belum optimal.
Sumbawa Barat, kata Yowry, masih terlena dengan hasil emas dan tembaga. Apalagi kini diwacanakan Sumbawa Barat akan dibangun smelter pengolahan emas. Ekowisata dan konservasi penyu masih di awang-awang. Tinggal menunggu pembuktian komitmen pemerintah daerah. Apakah para pejabat mau berhenti makan telur penyu?