- Akhirnya, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Gakkum Jabalnusra) menutup operasi peleburan aki ilegal di Desa Warukulon, Kecamatan Pucuk, Lamongan, Jawa Timur.
- Dalam verifikasi lapangan tim Gakkum Jabalnusra menemukan sejumlah fakta yang memperkuat dugaan pelanggaran di peleburan aki yang berlangsung sejak lama itu. Temuan mereka seperti operasi tak berizin usaha bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pelaku usaha yang tergabung dalam Koperasi Timah Mandiri itu juga tak mengantongi rekomendasi pengangkutan limbah B3. Izin usaha pengangkutan limbah B3 juga tak ada. Temuan Balai Gakkum ini sejalan dengan hasil investigasi Mongabay pada sentra peleburan aki ilegal ini sebelumnya.
- Balai Gakkum merekomendasikan kepada Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi KLHK untuk memberikan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah kepada para pelaku.
- Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation), mengatakan, rekomendasi Balai Gakkum yang ‘hanya’ sanksj administrasi kepada para pelaku menunjukkan pemerintah tak serius menangani kasus limbah B3 di Jawa Timur.
Operasi peleburan aki ilegal di Desa Warukulon, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, akhirnya mendapat respons pemerintah. Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara (Gakkum Jabalnusra) menurunkan tim ke lokasi dan menutup peleburan aki ilegal yang berisiko bagi lingkungan hidup dan kesehatan warga ini.
Taqiuddin, Kepala Balai Gakkum Jabalnusra, mengatakan, kedatangan tim akhir Maret lalu itu untuk peninjauan lapangan. “Sekaligus verifikasi kepada pihak-pihak yang diduga terlibat dalam peleburan ilegal itu,” katanya, Senin (9/5/22).
Dalam verifikasi lapangan itu, tim Gakkum Jabalnusra menemukan sejumlah fakta yang memperkuat dugaan pelanggaran di peleburan aki ilegal yang berlangsung sejak lama itu. Antara lain, operasi tak berizin usaha bidang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Pelaku usaha yang tergabung dalam Koperasi Timah Mandiri itu juga tak mengantongi rekomendasi pengangkutan limbah B3. Izin usaha pengangkutan limbah B3 juga tak ada.
Dalam menjalankan usaha, pelaku berlindung di balik kedok Koperasi Timah Mandiri (KTM). “Jadi, limbah B3 aki bekas ini diangkut sendiri dari para pengepul,” kata Taqiuddin dalam keterangan tertulis yang diterima Mongabay.
Temuan Balai Gakkum ini sejalan dengan hasil investigasi Mongabay pada sentra peleburan aki ilegal ini sebelumnya.
Berdasar catatan Mongabay, setidaknya ada lima pelaku usaha–merupakan orang-orang lama dalam bisnis peleburan timah hitam ini. Pada penghujung 2021, mereka sempat didemo warga yang terganggu aktivitas peleburan.
Kala itu, kelimanya juga sempat menandatangani surat kesepakatan menutup peleburan. Kenyataan, aktivitas penghasil timbal itu tetap berjalan sebelum ditutup KLHK.
Berdasar fakta-fakta lapangan dan keterangan pelebur, dia memastikan peleburan ini melanggar ketentuan perundangan. ” KTM tidak taat terhadap ketentuan yang tercantum dalam dokumen lingkungan dan ketentuan perundangan lingkungan hidup.”
Baca juga: Menyelisik Bisnis Peleburan Aki Ilegal Penghasil Timbal di Lamongan [1]
Sanksi administrasi
Menyusul temuan ini, Balai Gakkum merekomendasikan kepada Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memberikan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah kepada para pelaku. “Semua rangkaian kegiatan kami tuangkan dalam berita acara dengan disaksikani oleh pejabat Dinas Lingkungan Hidup setempat,” katanya.
Tim Gakkum juga mendatangi lokasi PT Garuda Jaya Multi Accu, perusahaan yang bergerak mengumpulkan aki bekas di Komplek Pergudangan Meiko, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo.
Kedatangan tim sekaligus memintai keterangan soal dugaan keterlibatan perusahaan dalam rantai pasok bahan baku ke lokasi peleburan, sebagaimana temuan dalam investigasi Mongabay.
Perusahaan menepis memasok resmi aki bekas ke Warukulon. Perusahaan berdalih pengiriman aki bekas ke lokasi peleburan merupakan ulah oknum karyawan.
“Perusahaan itu sudah saya cek dan yang membawa kesana itu sopirnya sendiri yang menjual kepada yang bersangkutan (pelaku peleburan) tanpa sepengetahuan perusahaan. Si sopir sudah dipecat,” kata Taqiuddin.
Baca juga: Menyelisik Bisnis Peleburan Aki Ilegal Penghasil Timbal di Lamongan [3]
Dukung langkah Balai Gakkum
Anang Taufik, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lamongan, menyatakan, yang dilakukan Balai Gakkum sudah seharusnya. “Karena peleburan ini sudah berlangsung lama.”
Jauh sebelum ini, mereka sempat melakukan penutupan tetapi belakangan, kembali beroperasi sembunyi-sembunyi. Mereka akan lakukan pengawasan, katanya, guna memastikan tak beroperasi lagi.
Bomer, warga Desa Tengger, Kecamatan Sekaran, satu dari beberapa desa terdampak menyambut baik langkah Balai Gakkum yang menutup komplek peleburan itu. Hanya saja, katanya, rekomendasi sanksi terlalu ringan.
Pemerintah, seharusnya memberikan sanksi lebih berat dari sekadar sanksi administratif, mengingat dampak dari kegiatan itu. Selain ilegal, katanya, aktivitas peleburan itu bukan hanya mencemari lingkungan hidup juga mengganggu kesehatan warga.
“Tapi, lumayanlah sudah ada respons. Selama ini, protes yang kami lakukan tidak pernah digubris, tidak ada tindak lanjut. Semoga saja tidak kembali beraktivitas.”
Setengah hati
Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), mengatakan, rekomendasi Balai Gakkum yang ‘hanya’ sanksj administrasi kepada para pelaku menunjukkan pemerintah tak serius menangani kasus limbah B3 di Jawa Timur.
“KLHK terkesan setengah hati, tak pernah serius. Padahal, jelas-jelas itu B3, pencemaran, ada ancaman pidananya. Kesannya hanya untuk menggugurkan kewajiban,” katanya.
Keengganan KLHK menjerat pelaku pencemaran dengan pasal pidana, katanya, jelas mementahkan usaha membebaskan lingkungan dari kontaminasi limbah beracun.
Sanksi administrasi, katanya, tak akan menimbulkan efek jera bagi pelaku. “Sanksi administrasi berupa paksaan, itu sama saja bukan sanksi. Sebab, prinsip utama sanksi adalah pemberian hukuman atas pelanggaran yang dilakukan.”
Sanksi paksaan, katanya, lebih bisa dimaknai sebagai bentuk saran atau masukan dari KLHK supaya para pelaku melengkapi persyaratan untuk melanjutkan kegiatan.
Ketidakseriusan Balai Gakkum juga terlihat dari sikap mereka yang begitu saja menerima alibi perusahaan. Dia menilai, jawaban perusahaan kalau pengiriman aki bekas ke peleburan ilegal sebagi ulah oknum sopir sulit diterima nalar. Bahkan, terkesan cuci tangan.
Dalam praktiknya, pengiriman dengan menggunakan kendaraan resmi milik perusahaan. Balai Gakkum seharusnya bisa melakukan penelusuran pada dokumen manifes yang dikirim berkala oleh perusahaan ke KLHK.
“Dokumen manifes itu mencantumkan semua data soal aki bekas. Dari mana aki-aki itu didapatkan dan kemana dikirim. Kalau kemudian ada yang dibuang ke fasilitas ilegal, itu berarti tidak tercatat. Kalau ternyata masih tercatat, itu berarti ada yang dimanipulasi, atau fiktif,” kata Prigi.
Tak kalah penting, katanya, rencana tindak lanjut. Sampai saat ini, belum melihat bagaimana upaya pemulihan lingkungan oleh KLHK sebagai akibat dari peleburan aki bekas itu.
“Karena peleburan aki itu menghasilkan timbal, sudah pasti area sekitar banyak terkontaminasi. Itu memerlukan pemulihan. Sayangnya, kita belum melihat bagaimana upaya pemulihan ke depan.”
Baca juga: Waspada Racun Timbal, Menanti Pemerintah Perkuat Aturan
*********