- Warga Desa Kopi, Kecamatan Bolango Utara, Bone Bolango, Gorontalo, mengeluhkan debu dari lalu lintas alat berat dan kendaraan proyek pembangunan Bencungan Bolango Ulu. Desa Kopi, jadi jalan utama menuju lokasi proyek. Warga khawatir polusi udara ini berdampak pada kesehatan.
- Bendungan Bolango Ulu merupakan proyek strategis nasional [PSN] 2018. Mega proyek senilai Rp2,2 triliun ini akan dibangun setinggi 65,9 meter dan luas genangan 690 hektar berlokasi di tiga desa di Kabupaten Bone Bolango. Tiga desa itu, yaitu, Desa Tuloa, Owata dan Mongiilo.
- Kimin Daud, Kepala Desa Kopi sering mendapat keluhan warga karena polusi udara mobilisasi alat berat dan material dalam proses pembangunan Bendungan Bolango Ulu ini. Dia sampaikan ke pekerja proyek, tetapi tak ada penanganan khusus. Pekerja proyek hanya menyiram jalan, itupun tidak setiap hari. Debu-debu yang bertebaran masih terjadi hingga kini.
- Warga juga mengeluhkan banyak kendaraan dan alat berat lalu lalang menjadikan jalan utama Desa Kopi rawan kecelakaan. Imran Mohamad, warga Kopi sering menyaksikan kendaraan atau alat berat kerap melaju cukup cepat saat melintasi jalan di desa mereka. Padahal, sejak ada proyek pembangunan Bendungan Bolango Ulu, sudah ada plang terpasang agar kendaraan pelan-pelan dan berhati-hati saat melewati Desa Kopi.
Pembangunan konstruksi proyek Bendungan Bulango Ulu, mulai berjalan. Truk-truk maupun alat berat lalu lalang. Warga seperti di Desa Kopi, pun mulai merasakan dampak, debu berterbangan dari lalu alat berat dan kendaraan yang membawa material proyek.
Sahiya Harisa, warga Desa Kopi kesal saat alat berat dan kendaraan proyek lewat di depan warungnya di Desa Kopi, Kecamatan Bolango Utara, Bone Bolango, Gorontalo.
Perempuan 39 tahun ini resah debu berterbangan dampak aktivitas alat berat dan kendaraan proyek yang lewat.
“Dulu, tidak ada seperti ini. Ada pembangunan Bendungan Bulango Ulu ini, warung saya sering berdebu,” katanya awal Februari lalu.
Warung Sahiya hanya berjarak satu meter dari bahu jalan. Jalan itu akses utama kendaraan dan alat berat menuju lokasi proyek bendungan di Desa Tuloa, Kecamatan Bolango Utara. Lokasi ini sekitar satu kilometer dari Desa Kopi.
Sahiya bilang, setiap 10 menit harus membersihkan debu di meja warung. “Dulu, di jalan hanya kendaraan roda dua dan roda empat yang lewat.Ssekarang, kendaraan besar, debu sering bertebaran sampai ke warung saya.”
Dia khawatir debu yang berterbangan itu memicu penyakit atau berdampak buruk bagi warga, seperti kecelakaan, terlebih banyak anak-anak bermain di bahu jalan.
Iwan Latif Kuengo, juga rasakan dampak aktivitas proyek bendungan ini. Dia guru SD di Bolango Utara, Desa Kopi, tinggal di Kecamatan Kabila. Jadi, hampir setiap hari berhadapan dengan debu saat pergi atau pulang ngajar di sekolah. Masker dan helm tutup menjadi andalan menangkal debu saat mengendarai motor. Tak pelak, sesekali debu masuk ke mata atau hidung maupun mulut.
Dia khawatir polusi udara ini juga mengancam kesehatan warga termasuk anak-anak seperti siswa-siswanya.
Baca juga: Pembangunan Bendungan Bulango Ulu Mulai Jalan, Sebagian Lahan Masih Sengketa
Iwan berharap, pemerintah daerah dan Balai Wilayah Sungai [BWS] Sulawesi II Gorontalo—pelaksana teknis proyek—memikirkan masalah ini.
Untuk sementara, dia membuat aturan para siswa tidak bermain di jalan atau bahu jalan selama jam sekolah. Siswa hanya bisa bermain sekitar lima meter dari bahu jalan.
“Kita ikut memantau siswa ketika jam istirahat. Jika ada siswa mendekati jalan, langsung tegur dan melarang,” kata Iwan.
Bendungan Bulango Ulu merupakan proyek strategis nasional [PSN] 2018. Mega proyek senilai Rp2,2 triliun ini akan dibangun setinggi 65,9 meter dan luas genangan 690 hektar berlokasi di tiga desa di Kabupaten Bone Bolango. Tiga desa itu, yaitu, Desa Tuloa, Owata dan Mongiilo.
Dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan [Amdal] yang diperoleh Mongabay, polusi udara masuk salah satu dampak pada tahap konstruksi atau proses pembangunan. Saat tahap konstruksi proyek, akan terjadi penurunan kualitas udara akibat kegiatan dari mobilisasi alat berat dan material.
Kimin Daud, Kepala Desa Kopi sering mendapat keluhan warga karena polusi udara mobilisasi alat berat dan material dalam proses pembangunan ini. Dia sampaikan ke pekerja proyek, tetapi tak ada penanganan khusus.
Pekerja proyek hanya menyiram jalan, itupun tidak setiap hari. Debu-debu yang bertebaran masih terjadi hingga kini.
Dia meminta kepada Balai Wilayah Sungai [BWS] Sulawesi II Gorontalo harus ada penanganan khusus polusi udara.
Kimin meminta, BWS Sulawesi II Gorontalo sosialisasi ke masyarakat untuk menyampaikan dampak dari aktivitas alat berat yang lalu lintas di desa.
Rawan kecelakaan
Lalu lalang kendaraan proyek di Desa Kopi juga menimbulkan kerawanan terjadi kecelakaan. Imran Mohamad, warga Kopi sering menyaksikan kendaraan atau alat berat kerap melaju cukup cepat saat melintasi jalan di desa mereka.
Padahal, katanya, saat masuk Desa Kopi, BWS Sulawesi II Gorontalo membuat papan informasi peringatan meminta setiap kendaraan berhati-hati atau pelan-pelan karena banyak anak-anak.
“Mereka memasang itu, tapi mereka yang melanggar. Aneh.”
Akibatnya, kata Imran, sudah beberapa kali kecelakaan terjadi karena pekerja proyek. Mereka meminta BWS mengambil tindakan.
Karena ancaman kecelakaan ini, Imran bersama warga sekitar bergotong royong membuat polisi tidur di empat titik. Niatnya, meminimalisir kecepatan kendaran proyek yang melintas. Sayangnya, pekerja proyek tetap tidak memperhatikan itu.
“Saya juga pernah melaporkan ke kepolisian. Warga sekitar sering menegur pekerja proyek agar memelankan kendaraan. Tak ada perubahan.”
Kimin mencatat, sudah ada empat kejadian kecelakaan di desanya yang melibatkan pekerja proyek bendungan. Dia sudah mengingatkan pekerja proyek lebih hati-hati dan menurunkan kecepatan saat melewati desa. Tak juga diindahkan.
Baca juga: Taman Nasional Bogani Nani Wartabone jadi Relokasi Warga Terdampak Bendungan Bulango Ulu
Aktivitas pembangunan mulai pukul 08.00- 17.00 bahkan biasa sampai pukul 23.00. Kimin menduga, karena ada penekanan percepatan pembangunan, pekerja proyek tidak bisa menurunkan kecepatan saat melintasi desanya.
Dalam dokumen Amdal, pembangunan bendungan ini, terdapat tiga tahap: pra konstruksi, konstruksi dan operasional.
Tahap konstruksi mulai 2019-2022, dan pengisian awal target bendungan tahun ini.
Proses pengisian jalan kalau proses pembebasan lahan dengan masyarakat selesai. Proses pengisian selama satu tahun, dan bendungan mulai beroperasi pada 2023. Karena ada penolakan warga, tahap konstruksi baru mulai awal 2021.
BWS Sulawesi II Gorontalo sebagai pelaksana teknis hingga kini belum memberikan respon soal masalah ini.
Mongabay berupaya mengkonfirmasi kepada BWS tetapi sampai berita ini terbit belum mendapatkan jawaban.
Evaluasi amdal
Muhammad Jufri Hard, dari Jaringan Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) meminta, amdal pembangunan Bendungan Bulango Ulu dievaluasi. Termasuk juga, dokumen perencanaan pengelolaan lingkungan hidup [RKL] dan dokumen rencana pemantauan lingkungan hidup [RPL] harus diterapkan oleh BWS Sulawesi II Gorontalo sebagai pelaksana teknis.
Jika tidak menjalankan sesuai Amdal, masyarakat bisa protes.
“Proyek sudah berjalan. Dokumen amdal jadi acuan jika ada dampak terjadi,” kata Jufri.
Kalau warga mengeluhkan polusi udara, katanya, itu masuk dampak besar dan penting yang tercantum dalam dokumen amdal. Seharusnya, ada mekanisme atau tahapan oleh BWS Sulawesi II untuk mengatasi masalah ini. Begitupun juga dengan masalah kecelakaan kerja.
Kalau tahapan penyelesaian masalah tak dilakukan, katanya, warga bisa saja mengajukan gugatan bersama-sama atau berkelompok di pengadilan. Mereka bisa didampingi lembaga bantuan hukum. Meski begitu, perlu juga konsultasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gorontalo mengenai masalah ini.
Nasruddin, Kepala Bidang Pengkajian dan Penataan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gorontalo mengatakan, keluhan masyarakat atas polusi udara harus disampaikan ke BWS Sulawesi II Gorontalo sebagai pelaksana teknis. Dia juga meminta masyarakat sekitar langsung lapor ke DLH.
“Ketika masyarakat melaporkan masalah itu ke kami, maka kami akan melakukan pemantauan lapangan.”
Dinas juga akan mengukur kadar debu untuk mencari tahu apakah sudah melebihi baku mutu atau tidak. Juga akan menegur dan meminta pelaksana teknis jalankan soal pengelolaan lingkungan.
“Bentuk pengelolaan lingkungan sudah tertuang dalam amdal.”
Baca juga: “Kami Tinggal di Mana Kalau Ada Bendungan Bulango Ulu?”
*******