- Awal 2022 sudah dijalani sektor kelautan dan perikanan. Selama sebulan waktu berjalan, beragam program sudah dilaksanakan, baik yang berkaitan dengan ekonomi, ataupun ekologi. Kata terakhir, adalah janji dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono
- Salah satu bentuk pelaksanaan pelestarian ekologi, adalah dengan menambah luasan kawasan konservasi perairan di 19 provinsi. Dari target yang dicanangkan itu, dua provinsi sudah ditetapkan mendapatkan kawasan konservasi yang baru di Pangandaran, Jawa Barat dan Pasaman, Sumatera Barat. Penambahan tersebut membuat Jabar memiliki total tiga lokasi, dan Sumbar menjadi enam lokasi kawasan konservasi perairan
- Namun demikian, walau penambahan lokasi kawasan konservasi perairan terus berlangsung, pengelolaannya menjadi tantangan yang harus bisa dihadapi Pemerintah Daerah dan Pusat. Pasalnya, masih ada persoalan yang hingga sekarang belum dipecahkan seperti pengelolaan hutan mangrove di pesisir
- Padahal kawasan konservasi perairan penting untuk pelindung habitat, penjaga keanekaragaman spesies, keseimbangan ekosistem dan kehidupan masyarakat yang ada di kawasan pesisir, ekowisata, serta adaptasi perubahan iklim dan mitigasi bencana
Upaya untuk memperluas kawasan konservasi perairan terus berjalan setelah pergantian tahun berlangsung dari 2021 ke 2022. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan target perluasan kawasan akan terjadi minimal di 19 provinsi dengan luasan mencapai dua juta hektare.
Jika tercapai, target tersebut akan menambah luasan total kawasan konservasi perairan dari sebelumnya yang sudah dicapai hingga akhir 2021 seluas 13,93 juta ha. Luas tersebut mencakup 81 kawasan konservasi perairan yang ada di seluruh Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Pamuji Lestari menjelaskan bahwa target yang ingin dicapai pada 2022 akan dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur.
Kemudian, ada juga yang akan dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.
Dari 19 provinsi tersebut, dua di antaranya ada yang sudah ditetapkan pada awal 2022. Keduanya adalah Jawa Barat dan Sumatera Barat. Penetapan tersebut, sejalan dengan komitmen Aichi Target 11 pada global pada Konvensi Keanekaragaman Hayati (the Convention on Biological Diversity) dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Tujuan (SDGs) Nomor 14.
Pamuji Lestari menjelaskan, kedua kawasan konservasi perairan yang ditetapkan luas totalnya mencapai 44.932,29 ha. Salah satunya, ada di wilayah perairan Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, dan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2022.
baca : Begini Komitmen Konservasi di Wilayah Bentang Laut Kepala Burung
Satu kawasan konservasi perairan lainnya, ada di kawasan perairan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat dan ditetapkan melalui Kepmen KP Nomor 2 Tahun 2022. Kedua kawasan perairan tersebut, akan diikuti oleh penetapan kawasan perairan lainnya.
“Penetapan kawasan konservasi tersebut menjadi instrumen penting dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.
Menurut dia, peran penting yang diemban kawasan konservasi perairan, di antaranya adalah sebagai pelindung habitat, penjaga keanekaragaman spesies, dan pemberi manfaat bagi ekosistem dan kehidupan masyarakat yang ada di kawasan pesisir.
Oleh karena, penetapan suatu kawasan sebagai kawasan konservasi perairan/laut, akan menjadi salah satu instrumen pengelolaan pada pengendalian sumber daya alam. Instrumen tersebut dirancang sendiri oleh KKP.
Bentuk lain pengendalian sumber daya alam yang dilakukan oleh KKP, adalah dengan melaksanakan kegiatan rehabilitasi mangrove. Selain untuk menjaga ekologi di kawasan pesisir, rehabilitasi juga menjadi bentuk penyeimbang dengan kegiatan ekonomi di pesisir.
Pamuji Lestari menerangkan, sepanjang 2021 KKP sudah melaksanakan penanaman kembali mangrove di 36 kabupaten/kota dengan luas area tanam mencapai 1.371,6 ha. Pada 2022, selain menanam kembali, juga akan dilaksanakan restorasi mangrove dan pengembangan ekosistem pesisir.
“Serta pelatihan dan bantuan sarana dan prasarana pengolahan produk turunan mangrove yang mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengedepankan keberlanjutan ekosistem,” sebut dia.
baca juga : Melihat Target BRGM Restorasi Gambut dan Mangrove pada 2022
Dengan melaksanakan rehabilitasi mangrove, maka komitmen untuk menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir diharapkan bisa terjadi. Selain itu, upaya untuk melaksanakan adaptasi perubahan iklim dan mitigasi bencana juga bisa dilakukan secara bersamaan.
“Dari sisi ekonomi, mangrove juga dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata berbasis edukasi bagi masyarakat,” tambah dia.
Sedangkan Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP Muhammad Yusuf menjelaskan bahwa ekosistem mangrove memiliki peran sangat penting bagi kawasan pesisir. Di antaranya, adalah sebagai penyimpan karbon terbesar di dunia, mengalahkan hutan di daratan.
Akan tetapi, peran tersebut mulai terancam seiring terus meluasnya kerusakan mangrove di semua kawasan pesisir di Indonesia. Kerusakan yang sangat cepat tersebut memicu lepasnya karbondioksida (CO2) ke udara hingga mencapai 42 persen.
Agar kerusakan mangrove tidak semakin meluas, KKP fokus untuk melaksanakan restorasi pada kawasan yang memiliki kerusakan yang parah. Selain itu, upaya untuk mencegah kerusakan juga dilakukan dengan menjadikan mangrove sebagai tempat edukasi bagi seluruh warga.
“Selain itu, mangrove dapat diberdayakan oleh masyarakat untuk diolah sehingga dapat meningkatkan ekonomi di wilayah pesisir,” ucap dia.
baca juga : Pesan Presiden: Rawat Mangrove buat Jaga Pesisir, Ekonomi Masyarakat sampai Serap Emisi Karbon
Muhammad Yusuf menambahkan bahwa kerusakan yang terjadi di wilayah pesisir dan laut terjadi karena sebagian besar pemanfaatan kawasan tidak berjalan dengan ramah lingkungan. Selain itu, konversi lahan di kawasan pesisir juga menjadi ancaman yang sulit dihindari di masa sekarang.
Kegiatan yang terus meningkat di wilayah darat dan laut dengan ragam yang berlainan tersebut, menjadi salah satu penyebab utama ekosistem mangrove di kawasan pesisir mengalami penurunan dengan waktu yang cepat.
Tujuan Konservasi
Berkaitan dengan penetapan dua kawasan konservasi perairan pada awal 2022, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi menerangkan bahwa luas yang ditetapkan di Pangandaran mencapai 38.810,15 ha dan bertujuan untuk melindungi habitat penyu serta lobster.
Dari hasil kajian, perairan Pangandaran menjadi tempat mendarat empat dari total enam jenis penyu yang ada di Indonesia. Keempatnya adalah Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Lekang (Lepidochelysolivacea), Penyu Tempayan (Caretta caretta), dan Penyu Pipih (Naratordepressus).
Dia memaparkan bahwa kawasan konservasi di Pangandaran masuk dalam kategori taman dengan fungsi untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati di sekitarnya. Dari semua itu, penyu menjadi perhatian utama karena termasuk biota laut yang dilindungi.
Selain Pangandaran, kategori taman juga disematkan kepada kawasan konservasi perairan di Pasaman Barat yang luasnya mencapai 6.122,14 ha. Namun, di kabupaten tersebut target konservasi tak hanya fokus pada habitat penyu saja, namun juga untuk perlindungan terumbu karang.
“Luas ekosistem terumbu karang di kawasan konservasi daerah Pasaman mencapai 79,74 hektare, sehingga perlu dijaga keberlanjutannya agar dapat memberi manfaat bagi kegiatan perikanan dan pariwisata,” terang dia.
perlu dibaca : Lima Tahun Program USAID SEA Realisasikan 1,6 Juta Hektar Kawasan Konservasi Perairan
Sebelum ditetapkan pada awal 2022, Jabar sudah memilki dua kawasan konservasi perairan yang ada di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Indramayu. Di Sukabumi, penetapan dilakukan oleh KKP pada 2016 untuk Kawasan Konservasi Pesisir Kabupaten Sukabumi atau Taman Pesisir Penyu Pantai Pangumbahan.
Kawasan tersebut ditetapkan untuk fokus pada konservasi penyu, karena ada Penyu Belimbing (Dermochelys coriecea), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Lekang, Penyu Tempayan, Penyu Pipih, dan Penyu Hijau.
Sementara, Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Indramayu ditetapkan pada 2004 oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu dengan cakupan pulau Rakit atau biawak, pulau Gosong, dan pulau Candikian. Kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan wisata laut.
Ketiga kawasan pulau tersebut, diketahui memiliki ekosistem mangrove, terumbu karang, dan ikan hias, dan fauna darat. Khusus ikan hias, di antaranya adalah jenis kiper (Scatophagus argus), samandar (Siganus verniculator), kerapu (Chremileptis altivelia), dokter (Labroides dmidiatus).
Selain Jabar, Sumbar juga sudah memiliki lima kawasan konservasi perairan sebelum 2022. Kelimanya adalah Kawasan Konservasi Selat Bunga Laut di Kabupaten Kepulauan Mentawai; dan Kawasan Konservasi Pesisir Pulau Penyu di Kab Pesisir Selatan.
Kemudian, ada juga Taman Pulau Kecil Kota Padang di Kota Padang; Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Pulau Kasiak, Pulau Ujung, Pulau Tangah, dan Pulau Angso; serta Suaka Alam Perairan (SAP) Batang Gasan di Kabupaten Padang Pariaman.
baca juga : Kala Terumbu Karang Sumbar Memutih…
Sebelumnya, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Kementerian Dalam Negeri Iwan Kurniawan mengungkapkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi perairan masih menghadapi persoalan di hampir semua provinsi.
Terdapat empat permasalahan yang harus dicarikan jalan keluar. Pertama, masih rendahnya komitmen Pemerintah Daerah untuk mengelola kawasan konservasi perairan, terlihat dari penganggaran di APBD yang tidak terlalu signifikan untuk membiayai program dan kegiatan konservasi perairan.
Kedua, masih maraknya kegiatan perikanan destruktif di kawasan konservasi perairan yang menyebabkan kondisi terumbu karang semakin rusak, serta minimnya penindakan oleh aparat penegak hukum terhadap pelaku perusakan kawasan konservasi perairan.
Ketiga, konsep pengelolaan kawasan konservasi perairan yang belum jelas, sehingga menyebabkan munculnya konflik pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya laut di dalam kawasan konservasi perairan.
Keempat, belum terkelolanya kawasan konservasi perairan secara optimal, disebabkan karena minimnya kualitas dan kuantitas SDM, sarana prasarana, serta efektivitas kelembagaan pengelola di kawasan konservasi perairan.
Adapun, keberadaan kawasan konservasi perairan akan terintegrasi dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang kemudian ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda)
Hingga saat ini, dari 34 provinsi, sebanya 28 provinsi sudah menetapkan Perda tentang RZWP3K dan sisanya sebanyak enam provinsi masih dalam proses penyelesaian. Keenamnya adalah Riau, Banten, DKI Jakarta, Bali, Kepulauan Riau, dan Papua.
“Kawasan konservasi memiliki peran yang besar dalam penanganan perubahan iklim, sehingga diperlukan perhatian yang lebih dari seluruh stakeholder tekait, melalui program dan kegiatan untuk pengelolaan KKPD (kawasan konservasi perairan daerah),” tegas dia.