- Nelayan Natuna rata-rata menggunakan panel surya di atas kapal untuk mendapatkan listrik membantu proses melaut.
- Panel surya itu menjadi energi penunjang, selain menjadi energi untuk menerangi, tetapi juga digunakan untuk menghidupi alat radar yang berfungsi mencari karang tempat ikan bersarang.
- Memanen panel surya didapat dengan gratis setiap melaut, ini lebih hemat dari pada harus menggunakan aki yang dicas setiap kali menepi ke darat
- Pengamat energi terbarukan menilai pemerintah maupun swasta harus bersama melakukan penelitian lanjutan untuk mendorong kapal nelayan di Indonesia ramah lingkungan. Apalagi negara ini adalah negara kepulauan yang 90 persen lautan.
Siang itu, awal November 2021, puluhan kapal nelayan Natuna bersandar di Pelabuhan Teluk Baruk Desa Sepempang Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Beberapa orang nelayan sedang asyik membersihkan kapal, baik yang menggosok bagian dinding kapal atau sekadar berkemas untuk kembali pulang setelah melaut beberapa hari.
Terlihat di bagian atap kapal mengkilat papan panel surya. Hampir ada di keseluruhan kapal, baik kapal kecil, sedang atau besar. Semakin besar kapal semakin banyak papan panel surya yang terpasang di atap kapal.
Ukuran panel surya sekitar satu meter persegi. Masing-masing kapal ada yang terpasang satu sampai empat panel satu kapal. “Panel surya ini menghasilkan listrik keperluan melaut,” ujar Syamsul Kamal salah seorang nelayan kepada Mongabay Indonesia, awal November 2021 lalu.
Syamsul memperlihatkan proses memanen matahari menjadi listrik di atas kapalnya yang berukuran 4 gross tonnage. Kapal ini digunakan Syamsul melaut sejauh 100 mil dari tepi pantai Pulau Ranai, Natuna. Listrik yang dihasilkan panel surya dialirkan langsung menuju aki, kemudia aki memecah daya listrik ke berbagai kebutuhan di atas kapal.
Setidaknya terdapat sekitar empat lampu tempel di kapal Syamsul, terdapat juga speaker aktif berukuran sedang. Syamsul tidak mengerti berapa daya yang ia gunakan dalam sekali melaut, selama ini Syamsul hanya menikmati panel surya untuk menunjang aktivitas melautnya. “Speaker ini pakai panel surya juga, dengar lagu, hiburan ketika melaut,” ujar pria 37 tahun itu sambil menunjukan speakernya warna hitam berukuran sedang.
baca : Para Nelayan Ini Beralih Gunakan Energi Surya Saat Melaut
Tidak hanya itu, Syamsul menjelaskan, listrik yang dihasilkan panel surya juga menghidupkan radar atau GPS di atas kapal. Alat ini berguna sebagai petunjuk arah dan melihat posisi karang lokasi memancing di tengah laut. Sejak ada panel surya nelayan sangat mudah mencari titik spot karang tempat ikan bersembunyi di laut. “Kalau dulu tidak tahu dimana karang, karena tidak ada radar,” katanya.
Syamsul mengatakan, panel surya bukan berasal dari bantuan pemerintah tetapi sudah ada sejak dia membeli kapal dari nelayan lainnya tahun 2017. “Sampai sekarang belum ada terima-terima bantuan dari pemerintah,” katanya.
Begitu juga yang dikatakan Dedi salah seorang nelayan yang menggunakan kapal berukuran 8 GT. Kapal Dedi ini merupakan salah satu kapal nelayan paling besar di Natuna, dengan rute melaut paling jauh. “Saya melaut sampai 120 mil ke atas,” kata Dedi.
Dedi juga menggunakan panel surya, terdapat sekitar tiga papan panel surya di atas kapalnya. Listrik dari panel tidak pernah putus meskipun Dedi melaut sampai 15 hari. “GPS, lampu semuanya pakai panel surya ini,” katanya.
Sedangkan, Rahmad Wijaya tidak hanya memanfaatkan listrik panel surya untuk menghidupkan lampu dan radar di atas kapal. Tetapi juga dijadikannya sebagai tempat menambah daya baterai smartphone nya ketika berada di tengah laut. “Jadi kalau ada kapal asing, kita bisa videokan langsung untuk dilaporkan, kalau handphone habis baterai mana bisa divideokan,” katanya.
baca juga : Cerita dari Pulau Saobi Setelah Ada Energi Surya
Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANN) Hendri mengatakan, papan panel surya didapatkan nelayan dengan membeli sendiri dan beberapa bantuan pemerintah. Sebelumnya, nelayan menggunakan aki yang sumber energinya berasal dari listrik di darat dengan sistem charge. “Setiap kali charge Rp10 ribu sampai Rp15 ribu juga, sekarang rata-rata pakai panel surya semua, jadi bisa lebih hemat,” kata Hendri.
Hendri mengaku belum ada sosialisasi menggerakan mesin kapal di Natuna menggunakan panel surya. “Kalau mesin menggunakan panel surya belum ada, disini masih pakai solar,” kata Hendri kepada Mongabay awal November 2021 lalu.
Pengamat energi terbarukan Kamarudin Azis dari Yayasan Community Initiatives for Transformation (Commit) mengatakan, penggunaan atap panel surya di kapal sangat membantu nelayan. Ia mengaku, sudah pernah melihat kegunaan tersebut di kapal nelayan Kabupaten Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. “Disana nelayan rata-rata menggunakan panel surya untuk melaut,” kata Azis saat dihubungi Mongabay Indonesia dari Batam, Senin, 29 November 2021.
Azis melanjutkan, panel surya di beberapa nelayan memang digunakan sebagai penunjang aktivitas melaut, seperti untuk radar, GPS, radio, lampu dan lainnya. “Itu sudah sangat berguna, selain hemat juga untuk memastikan keselamatan nelayan,” katanya.
Azis juga bercerita pernah melakukan distribusi alat-alat mesin kapal nelayan yang bersumber dari tenaga surya di Pulau Sebangko, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Mesin kapal dari panel surya itu digunakan nelayan dalam jarak tempuh dekat. “Karena kalau jarak jauh, masih belum kuat, takut kapal tidak bisa melawan ombak dan terbalik,” katanya.
baca juga : Inilah Energi Surya yang Membuat Pulau Kecil Koja Doi Menjadi Terang
Azis mengatakan, tidak tertutup kemungkinan mesin kapal panel surya untuk nelayan bisa terus dikembangkan, bahkan untuk melaut dengan jarak tempuh yang cukup jauh. “Kalau menurut saya sangat memungkinkan ini dikembangkan, baik oleh pemerintah maupun swasta, karena Indonesia kebanyakan lautnya,” kata Azis.
Misal lanjut Azis, kapal nelayan hanya butuh beberapa baterai atau aki untuk menyimpan daya listrik yang berasal dari panel surya. Bahkan menurut Azis, kapal yang awalnya menggunakan penggerak satu baling-baling, bisa ditambah menjadi dua menggunakan listrik dari hasil memanen matahari. “Kalau sampai saat ini masih sebagai energi cadangan,” kata Azis.
Pengembangan panel surya di kapal nelayan memang menjadi tantangan. Apalagi saat ini distribusi bahan bakar solar sangat sulit antara pulau, selain harga BBM yang juga mahal. Bahkan beberapa penelitian hampir 70 persen modal nelayan melaut harus dikeluarkan untuk membayar bahan bakar solar penggerak kapal.
Azis berharap pemerintah juga memikirkan persoalan pengembangan energi terbarukan di laut dan pulau-pulau kecil. Integritas antar perusahaan dan masyarakat perlu dikembangkan. “Pulau kita ribuan, perlu alokasi anggaran yang banyak untuk mengarah kesana, jika itu sangat sulit bisa saja swasta membangun panel surya di pulau-pulau tersebut,” katanya.
Menurut Azis sampai saat ini solusi yang paling bagus untuk pengembangan energi terbarukan mengejar nol emisi karbon menghadapi perubahan iklim adalah menggunakan panel surya. “Ini (panel surya untuk nelayan) memang belum maksimal digunakan, perlu kajian mendalam dan lebih praktis kedepannya,” kata dia.
perlu dibaca : Saat Energi Terbarukan Jadi Gantungan Warga Pulau Saugi Pangkep
Sebuah penelitian dari Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Surabaya, berjudul “Penghitungan Kebutuhan Daya Listrik untuk Penggerak Perahu Nelayan Bertenaga Surya” tahun 2020. Dalam penelitian tersebut kapal nelayan bisa lebih ramah lingkungan dan ekonomis melalui panel surya.
Energi terbarukan dari matahari memiliki kelebihan dari energi lainnya, seperti energi matahari tidak habis pakai, pemeliharaan rendah, efisiensi yang tinggi, tidak menimbulkan polusi dan biaya yang murah. Hal itu disebutkan sangat memungkinkan digunakan di atas kapal nelayan.
Kesimpulan penelitian ini menunjukan, berdasarkan perhitungan bahwa penyerapan energi surya dari panel surya dengan kapasitas 12V/150 ah dengan perhitungan dasar penyerapan selama 4 jam dapat digunakan energi penggerak perahu nelayan. Energi ini dapat menggerakkan perahu nelayan sampai 3-4 knot dengan perahu dimensi panjang 4 meter dan lebar 1,33 m. Masih dalam penelitian yang sama disebutkan, penyimpanan energi menggunakan baterai jenis VRLA dengan kelebihan dimensi dan bobot baterai. Sehingga baterai tersebut dapat menghemat ruang dan beban perahu.
Syamsul berharap pemerintah memberikan bantuan panel lain untuk nelayan, apalagi jika ada mesin khusus penggerak kapal yang berasal dari panel surya. “Ikan sekarang masih sulit dicari, kita harus menghemat pengeluaran ketika melaut,” tutup Syamsul.