- Kakatua merupakan jenis burung yang disukai banyak orang dikarenakan bulunya yang indah dan suaranya yang memikat, dipadu dengan sifatnya yang jinak.
- Satu jenis kakatua yang banyak diburu itu adalah kakatua koki [Cacatua galerita].
- IUCN menetapkan jenis ini dalam Risiko Rendah [Least Concern]. Sementara, berdasarkan Nomor P.106 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, paruh bengkok ini merupakan jenis dilindungi.
- Tingginya permintaan paruh bengkok sebagai hewan peliharaan dan dan perdagangan telah memberikan kontribusi signifikan terhadap penurunan populasinya di seluruh dunia.
Salah satu jenis burung yang menarik dan disukai banyak orang adalah kakatua [Cacatuidae]. Bulu jambul atau mahkota yang begitu indah dan bervariasi di ubun-ubun kepalanya, serta suara lengkingan nyaring merupakan keindahan memikat bagi siapa saja yang melihatnya.
Tak hanya itu, warna bulu nan indah dipadu sifat yang mudah jinak, menjadikan burung paruh bengkok ini banyak diburu. Satu jenis kakatua yang banyak diburu itu adalah kakatua koki [Cacatua galerita].
“Keindahan bulu dan suara khas, menyebabkannya banyak diburu untuk diperdagangkan. Akibatnya, ancaman kepunahan meningkat,” terang Dudi Nandika dari Perkumpulan Konservasi Kakatua Indonesia, Selasa [25/5/2021].
Kakatua koki merupakan anggota Famili Psittacidae dengan berat tubuh sekitar 815-975 gram. Panjang tubuhnya 44-50 cm.
Daerah sebarannya meliputi Papua dan Maluku [Kep. Aru]. Habitatnya di hutan sekunder [termasuk hutan rawa dan hutan di sepanjang sungai], hutan mangrove, habitat terbuka, lahan budidaya [termasuk sawah dan perkebunan sawit], savanna, serta kawasan sub-urban.
Berdasarkan IUCN [International Union for Conservation of Nature] jenis ini masuk kategori Risiko Rendah [Least Concern]. Sementara, berdasarkan Nomor P.106 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, burung ini merupakan jenis dilindungi.
Baca: Kakatua, Paruh Bengkok Sejuta Pesona yang Merana
Pelestarian
Dalam Jurnal Biological Conservation edisi Mei 2021, yang ditulis Stephen F. Pires, Robert Heinsohn, Dudi Nandika dan kolega mendapati beberapa alasan kunci mengapa burung paruh bengkok berisiko menjadi korban perburuan. Terutama, daya tariknya dan lemahnya penegakan hukum.
“Tingginya permintaan burung paruh bengkok sebagai hewan peliharaan dan pemindahan dari alam liar sebagai konsekuensi perdagangan, telah memberikan kontribusi signifikan terhadap penurunan populasinya di seluruh dunia. Hampir sepertiga dari 400 spesies paruh bengkok terancam punah,” kata Heinsohn, peneliti asal Australian National University [ANU] dalam keterangan tertulis.
Studi yang melibatkan ahli dari Australia dan Amerika Serikat ini juga menganalisa data perdagangan ilegal burung kakatua asal Indonesia sepanjang dua dekade terakhir.
Mereka menggunakan enam sumber data dari pasar perdagangan kakatua yang tersebar di Maluku dan Maluku Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta Raya, dan Medan [Sumatera Utara]. Hasilnya, ada 34 persen dari seluruh jenis paruh bengkok di Indonesia kerap diperdagangkan.
Baca: Paruh Bengkok Itu Mendapatkan Lagi Kebebasannya
Tim ini juga menggunakan model kriminologi populer untuk menganalisis faktor-faktor yang terkait paruh bengkok yang diperdagangkan di Indonesia, sebagai negara yang terbukti membutuhkan konservasi paruh bengkok.
Hasilnya diketahui, faktor kunci yang menjadi indikator terbaik dari variasi perdagangan, yaitu permintaan dan peluang.
Stephen Pires, peneliti dari Florida International University menjelaskan, hal tersebut mengindikasikan bahwa orang menargetkan spesies yang menarik akan lebih mudah dijual di pasar resmi. Ada preferensi lintas budaya untuk spesies burung paruh bengkok tertentu, terutama spesies yang secara historis dieksploitasi secara berlebihan.
“Perdagangan domestik dan internasional yang tumpang tindih dari spesies tertentu paruh bengkok di Indonesia menunjukkan, sejumlah besar burung yang ditangkap di alam liar di Indonesia sengaja diberi label yang salah sebagai ‘hasil penangkaran’ untuk diekspor secara legal,” tulisnya.
Baca juga: Sulitnya Melindungi Kakatua Putih
Upaya ex situ
Dalam jurnal Media Konservasi Vol. 17, No. 1 April 2012: 23–26 berjudul “Aktivitas Harian dan Perilaku Makan Burung Kakatua-Kecil Jambul Kuning [Cacatua sulphurea sulphurea gmelin, 1788] di Penangkaran” karya Anindya Gitta dan kolega dijelaskan langkah yang dapat dilakukan untuk mendukung pelestarian burung ini. Tak lupa, kemungkinan pengembangan pemanfaatannya melalui penangkaran atau upaya pengembangbiakan di luar habitat alaminya, dalam strategi konservasi ex situ.
“Untuk merumuskan langkah pengelolaan yang tepat di penangkaran, salah satu aspek pengetahuan penting yang perlu diketahui adalah aktivitas harian perilaku makan,” tulis Anindya.
Hasil penelitian Anindya Gitta dan kolega ini diketahui ada 12 jenis aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning yang ditemukan di penangkaran, yaitu berjalan, mematuk benda, diam, geser, siaga, mengangkat kaki, menelisik bulu, makan, bersuara, minum, buang kotoran, dan aktivitas lain.
Aktivitas tertinggi yang dilakukan kakatua jantan adalah bermain, sedangkan betina adalah diam.
“Pola perilaku dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kebiasaan dan untuk mempermudah pola perawatan sehingga satwa dalam penangkaran merasa nyaman dan terhidar stres.”
Perilaku dapat diartikan sebagai ekspresi satwa dalam bentuk gerakan-gerakan. Salah satu hal yang menunjang keberhasilan penangkaran adalah pakan. “Kakatua pada umumnya memakan biji-bijian, buah, dan invertebrata di alam,” jelas laporan tersebut.