- Suma Ruslian, seorang petani yang tak ingin terlibas dengan kehadiran Pelabuhan Internasional Kijing. Dia berupaya menghasilkan panen dengan berkualitas, hingga produk bisa bersaing dan berkelanjutan dengan pola tanam organik.
- Suma Ruslian mengelola pertanian organik secara terpadu, mengolah limbah faces ternak sapi jadi bio gas, olah limbah urin sapi sapi untuk pupuk organik cair, faces sapi jadi Kompos aktif dan kompos mikrobakter dan olah pupuk organik cair Blokultur dari faces sapi.
- Warga Kijing terutama para perempuan biasa mengasinkan ikan untuk konsumsi sendiri atau jual lagi. Mayoritas warga mempunyai lahan dengan beragam tanaman. Ada kelapa, pisang, sawo, mangga, jambu dan lain-lain.
- Adanya pembangunan pelabuhan, berdampak pada perpindahan mata pencaharian. Ini jadi tantangan bagi pemerintah untuk bertindak adil bagi masyarakat pesisir yang terkena dampak pembangunan pelabuhan.
Desa Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, sedang berlangsung pembangunan proyek nasional, Pelabuhan Internasional Kijing. Sebagian warga terutama nelayan dan petani terdampak pembangunan infrastruktur, yang akan diikuti kawasan ekonomi khusus (KEK) ini. Mereka ada yang khawatir kalau tempat mencari ikan jadi lokasi proyek, atau tak bisa bercocok tanam karena lahan sudah lepas. Ada juga warga yang terpaksa meninggalkan lahan yang bakal terkena proyek. Suma Ruslian, seorang petani yang tak ingin terlibas dengan kehadiran Pelabuhan Internasional Kijing ini. Dia mau menghasilkan panen dengan berkualitas, hingga produk bisa bersaing dan berkelanjutan dengan pola tanam organik.
Suma juga punya Lembaga Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) di Alam Cemerlang Sejahtera (ACS) Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah. Harapannya, bisa mencetak petani-petani muda dengan menggunakan teknologi. Ketika proyek Pelabuhan Internasional Kijing mulai, petani jangan sampai hanya jadi penonton.
Baca juga: Menyoal Pembangunan Pelabuhan Internasional Kijing
Di lembaga pendidikan pertanian miliknya, Suma mempunyai beberapa usaha turunan. Dia penyedia bibit pisang, kompos tanaman, serta peternakan terintegrasi dengan pertanian. Lembaga ini juga menerima warga yang ingin magang untuk mengetahui konsep agroteknologi. Dia juga mengasah intuisi warga yang magang, agar mampu memahami sendiri konsep pertanian yang mereka lakoni.
“Ada beberapa warga terdampak pembangunan Pelabuhan Kijing, bekerja di sini,” katanya.
Jadi, kata Suma, harus melihat peluang. Dia menerapkan konsep agroteknologi dalam sistem pertaniannya.
Suma sendiri mengelola pertanian organik secara terpadu, mengolah limbah faces ternak sapi jadi bio gas, olah limbah urin sapi sapi untuk pupuk organik cair, faces sapi jadi Kompos aktif dan kompos mikrobakter dan olah pupuk organik cair Blokultur dari faces sapi.
Suma awalnya seorang banker. Dia jenuh dengan rutinitas, dan meminta pensiun dini. Berbekal uang tali asih dari tempat kerja, Suma mulai usaha pertanian dengan menanam pisang. “Tanamnya tidak asal-asal gunakan metode agroteknologi,” kata Suma.
Singkat cerita, Suma jadi pemasok pisang bagi pedagang gorengan di seputar Mempawah hingga Pontianak.
Dia berpendapat, ada beberapa faktor yang membedakan petani di Indonesia dengan negara lain. “Di negara kita pekerjaan petani masih didominasi orang berpendidikan rendah, kebanyakan bahkan jadi buruh tani,” katanya. Pemerintah, katanya, harus memperkuat lini ini untuk membangun sektor pertanian.
Buruh tani dengan upah murah, membuat petani di Indonesia rata-rata berpenghasilan rendah. Petani di Indonesia, katanya, belum banyak mengakses informasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan kualitas produk. “Agroteknologi jawaban menuju pertanian lebih maju.”
Berdasarkan data statistik, Kecamatan Sungai Kunyit mempunyai luas wilayah sebesar 159,59 Km2. Rata-rata bekerja sebagai wiraswasta. Di pesisir jadi nelayan, sekitar 2% penduduk yang berjumlah 28.731 jiwa.
Warga terutama para perempuan biasa mengasinkan ikan untuk konsumsi sendiri atau jual lagi. Mayoritas warga mempunyai lahan dengan beragam tanaman. Ada kelapa, pisang, sawo, mangga, jambu dan lain-lain.
Dua sisi
Erni Panca Kurniasih, dosen ekonomi pembangunan regional Fakultas Ekonomi, Universitas Tanjungpura, mengatakan, pembangunan pelabuhan secara umum akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Pembangunan infrastruktur ini jadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya,” katanya.
Terlepas dari itu, dia sependapat ada dampak turunan dari perubahan fungsi dan tata guna lahan, termasuk perubahan mata pencaharian dan pendapatan penduduk.
“Bisa jadi ini akan menimbulkan keresahan dan perspektif negatif masyarakat, gangguan terhadap aktivitas nelayan, peningkatan kepadatan lalu lintas pelayaran serta bangkitan lalu lintas. Tentunya jadi masalah serius yang harus ditangani pemerintah.”
Perpindahan mata pencaharian tak terelakkan. Ini jadi tantangan bagi pemerintah untuk bertindak adil bagi masyarakat pesisir yang terkena dampak pembangunan pelabuhan. “Solusi jangka pendek bisa jadi warga setempat berdagang, makanan dan dagangan yang bisa memberikan penghasilan bagi masyarakat,” katanya.
Untuk solusi jangka panjang, perlu pembinaan peningkatan kemampuan secara berkelanjutan kepada warga terdampak. Pergerseran mata pencaharian ini akan selalu terjadi pada suatu daerah yang mulai maju. Untuk itu, katanya, pemerintah berkewajiban membantu masyarakat mandiri dan bersaing dengan daerah luar.
“Jangan hanya mengorbankan satu pihak saja untuk membuat daerah maju. Peran pemerintah sangat dibutuhkan membuat masyarakat yang terkena dampak akibat pembangunan pelabuhan mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.”
Keterangan foto utama: Suma di kebun buah naganya. Foto: Aseanty Pahlevi/ Mongabay Indonesia