- Polisi merazia tambang emas ilegal di Kabupaten Bungo. Petugas malam dihadang warga, sempat kena sandera dan kapolres terluka pada 10 Mei lalu. Barang sitaan dan pelaku yang diamankan polisi pun entah ke mana.
- Sekitar 22 orang ditangkap pasca keributan, 13 jadi tersangka dan ditahan, beberapa perempuan. Inisial E, tokoh masyarakat Desa Batu Kerbau turut jadi tersangka.
- Lebih 480 hektar lahan di Bungo rusak karena tambang emas. Kecamatan Pelepat Ilir, Bungo, paling parah. Banyak kebun, sawah, tebing, hingga sungai hancur berganti kolam-kolam besar sedalam puluhan meter.
- Sejak empat tahun lalu, Pemkab Bungo telah membentuk tim terpadu pemberantasan tambang emas ilegal yang terdiri dari Polisi, TNI, Satpol PP, Denpom, dan Dinas Lingkungan Hidup. AKBP Tri Saksono Puspo Aji, Kapolres Bungo bilang, dalam waktu dekat akan sosialisasi ke masyarakat dan lanjut penindakan.
Razia penambangan emas ilegal di Dusun Belukar Panjang, Bungo, Jambi, berbuntut keributan. Bahkan, Kapolsek Pelepat ditusuk orang tak dikenal saat ratusan massa menghadang petugas.
Sekitar 22 orang ditangkap pasca keributan Minggu 1o Mei 2020 malam, 13 jadi tersangka dan ditahan, beberapa perempuan. Inisial E, tokoh masyarakat Desa Batu Kerbau turut jadi tersangka.
“E ini provokasi pada masyarakat untuk melakukan penghadangan,” kata AKBP Tri Saksono Puspo Aji, Kapolres Bungo, saat konferensi pers di Mapolres Bungo, Kamis sore.
Poisi juga menangkap D,R,K,S yang berperan menghasut massa. Juga T dan Y yang melawan petugas saat kerusuhan. Tri bilang, ‘S’ mengaku dibayar Rp200.000 untuk merusak. Dua mobil aparat saat razia rusak kena lemparan batu dan kayu.
Sayangnya, saat kerusuhan, dua komputer alat berat, emas sitaan saat razia hilang. Dua terduga pelaku tambang ilegal yang ditangkap saat razia di Batu Kerbau juga lepas.
Tri bilang, tidak menemukan keterlibatan aparat atau oknum saat kerusuhan di Belukar Panjang. “Ini murni sekelompok masyarakat.”
Para tersangka terancam hukuman delapan tahun penjara. Saat ini, Polres Bungo masih terus penyelidikan dan pencarian pelaku penghadangan dan penusukan Kapolsek Pelepat, termasuk orang-orang yang diduga mengambil komputer alat berat sitaan di lokal tambang ilegal.
Kerusuhan di Dusun Belukar Panjang, bermula saat aparat Polres Bungo dan Polsek Pelepat razia tambang ilegal di Desa Batu Kerbau, Kecamatan Pelepat, Bungo, Jambi, Minggu 10 Mei 2020. Razia ini sehari setelah Abunyani Yani memposting foto kerusakan lahan akibat tambang emas ilegal di Grup Facebook “Bungo Bebas Bicara.”
“Jadi, berawal dari postingan itu, tim dari Unit Tipidter Polres Bungo mendapat informasi dan langsung penyelidikan bersama dengan personel Polsek Pelepat, personel 13 orang,” kata Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Kuswahyudi, dalam rilis.
Di lokasi penambangan, petugas mengamankan dua komputer alat berat, emas hasil tambang ilegal dan dua orang diduga penambang. Saat perjalanan menuju Polsek Pelepat, petugas dihadang ratusan warga di Desa Belukar Panjang hingga terjadi keributan. Dua mobil petugas dirusak, tujuh personel disandera dan pantat Kapolres Pelepat AKP Suhendri ditusuk orang tak dikenal. Dia dilarikan ke camp PT Prima Mas Lestari (PML).
Tujuh personel berhasil bebas Senin, 02.30 dini hari. Tim Polres Bungo dibantu tim lidik Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jambi dan personel TNI dari Kodim 0416/Bungo Tebo.
Sejak empat tahun lalu, Pemkab Bungo telah membentuk tim terpadu pemberantasan tambang emas ilegal yang terdiri dari Polisi, TNI, Satpol PP, Denpom, dan Dinas Lingkungan Hidup. Kapolres bilang, dalam waktu dekat akan sosialisasi ke masyarakat dan lanjut penindakan.
Sebaran tambang emas ilegal di Jambi, data 2019. Sumber: Warsi
Tercemar
Lebih 480 hektar lahan di Bungo rusak karena tambang emas. Kecamatan Pelepat Ilir, Bungo, paling parah. Banyak kebun, sawah, tebing, hingga sungai hancur berganti kolam-kolam besar sedalam puluhan meter.
“Di Pelapat Ilir itu habis, sudah tidak ada lagi lahan PETI (pertambangan emas tanpa izin-red). Sekarang orang tinggal ambil pasir di bekas PETI itu, dijual untuk bahan bangunan,” kata Yuddi, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bungo.
Tambang emas ilegal mulai marak di Bungo sejak 2002. DLH Bungo mencatat satu dekade terakhir lebar Sungai Batang Bungo dan Sungai Batang Tebo bertambah 10-20 meter, alur tak lagi beraturan. Anak-anak sungai jadi dangkal penuh batu.
“Sekarang ini air sungai makin kental (keruh akibat lumpur), gak ada yang bening lagi.”
Sekitar 2006-2010, Dinas Perikanan Bungo bersama Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Jambi menemukan beberapa jenis ikan sungai terkontaminasi merkuri di atas baku mutu, terutama ikan predator.
“Ikan-ikan yang hidupnya di dasar sungai itu yang rentan, kayak baung, patin sungai. Ikan predator kayak toman dan gabus juga rawan, karena semua mereka makan,” katanya.
Ironisnya, jenis ikan itu justru jadi pilihan olahan kuliner khas Jambi sepeti tempoyak. Yuddi meminta, masyarakat tidak mengkonsumsi jenis ikan yang rawan terkontaminasi merkuri.
Tambang emas ilegal di Bungo makin parah sejak pemodal dari luar Bungo masuk. Aktivitas tambang tak lagi menggunakan dulang, tetapi eskavator. Warga sekitar juga ikut mendulang emas. “Itu (warga) sebenarnya jadi tameng saja kalau ada petugas, terutama ibu-ibu. Nanti dikasih tanah satu baket biar didulang, habis kasih lagi. Makanya, kalau ada razia mereka (ibu-ibu) marah karena penghasilan mereka terganggu. Tokenya tetap aman.”
Wilayah hulu Bungo berbatasan dengan Sumatera Barat dan Merangin, dicurigai pintu masuk para pemodal ke Bungo. “Kayak di Batu Kerbau itu kan berbatasan dengan Sumbar dan Merangin. PETI ini masuknya dari daerah pinggir (perbatasan) jadi sulit kita pantau. Ketahuannya ya kalau sudah ribut seperti ini,” kata Yuddi.
Dua dekade, operasi tambang emas ilegal di Bungo telah menyebar tak hanya di Kecamatan Pelepat Ilir, juga Lubuk Mengkuang sekitar Dusun Sungai Ipuh, Pelepat (hulu) di Desa Batu Kerbau, Rantau Pandan, Tanah Tumbuh, hingga Bathin III Ulu.
Yuddi menilai, belum ada tindakan tegas pada pelaku tambang ilagal hingga sulit diberantas. Para pemodal dicurigai melibatkan orang-orang ‘kuat’. “Mereka punya beking, maka setiap ada razia pelaku hilang di tengah jalan.”
Kerusakan meluas di Jambi
Analisis Citra Lansat TM 8 yang dilakukan unit GIS Warsi, menemukan kerusakan hebat di sepanjang alur sungai, sawah, kebun, hutan, hutan adat hingga taman nasional, hingga 2019 luas mencapai lebih 33.000 hektar.
Kabupaten Sarolangun, tergambar paling parah, lebih 14.126 hektar lahan rusak akibat tambang ilegal. Di Kabupaten Merangin 12.349 hektar dan Bungo, 4.711 hektar, Tebo 2.562 hektar, Batanghari 37 hektar dan Kerinci 47 hektar. Warsi memperkirakan, kerugian negara dampak pertambangan ilegal mencapai Rp2,5 triliun.
“Kalau di Batanghari penambangan di dalam Sungai Batanghari, jadi sulit dihitung luasnya,” kata Sukmareni, Koordinator Devisi Komunikasi KKI Warsi.
Area penggunaan lain (APL), katanya, jadi kawasan paling rusak. Lebih 24.000 hektar rusak ditambang. Pada kawasan hutan produksi tercatat lebih 5.000 hektar. Hutan lindung 2.600 hektar dan taman nasional 1.000 hektar lebih.
“Sejak 2012-2020, sudah 81 orang meninggal akibat PETI.”
Dia mengatakan, kerusakan lingkungan dampak tambang emas ilegal terus meningkat setiap tahun. Penambangan ilegal di sepanjang alur sungai, mengakibatkan alur sungai melebar dan dangkal, hingga rawan banjir. “Maka, Jambi hujan bentar sekarang banjir,” kata Reni.
Dalam catatan Warsi, di Kabupaten Muara Bungo, aktivitas tambang ilegal banyak di Tanah Sepenggal, Muko-muko Bathin VII, Bungodani, Rimbo Tengah, Pelepat, Pelepat Hilir, Bathin II Babeko dan sebagian Bathin III.
“PETI juga mengakibatkan 825 hektar sawah tak bisa ditanami, 126 lubuk larangan di Bungo terancam.”
Di Sarolangun, kerusakan lahan terparah terjadi di Kecamatan Limun, Batang Asai, Cermin Nan Gedang dan Bathin VIII. Di Kabupaten Merangin, kerusakan lahan akibat tambang emas ilegal terjadi di delapan wilayah: Tabir Barat, Pangkalan Jambu, Sungai Manau, Tabir Hulu, Tabir Lintang, Margo Tabir, Tabir dan Tabir Ilir.
Sebelumnya, Misriadi, Kepala KPHP Limau Unit VII Hulu mengatakan, hampir semua wilayah hutan di hulu Sarolangun terancam tambang ilegal. Banyak desa hancur.
Dia contohkan, Dusun Manggis di Desa Napal Melintang, Kecamatan Limun. Dusun dalam kawasan hutan lindung itu hancur oleh tambang emas.
“Lahan usaha tani mereka sudah pora-poranda, sawah di sana sudah tidak ada lagi, lubuk larangan juga sudah hancur.”
Dia bilang, tambang emas ilegal ini, terutama di Sarolangun perlu penanganan serius. “Jangan sampai desa-desa punah seperti Dusun Manggis.”
Reni curiga, illegal drilling di Jambi ikut memasok BBM untuk alat berat. “Pemutusan jalur BBM makin sulit, kalau dulu pasokan BBM cuma didapat dari SPBU, sekarang banyak minyak ilegal.”
Warsi mendorong penetapan kawasan tambang rakyat untuk penambang kecil. “Kalau tidak ditetapkan semua kawasan akan habis ditambang.”
Dia juga mendorong pemerinntah kembangkan teknologi penambangan lebih ramah lingkungan dan tak lagi pakai merkuri. Sepanjang aliran Sungai Batanghari, katanya, sebagai sumber air PDAM. Dia khawatir akan timbul masalah baru.
“Merkuri ini bisa menjadi masalah besar jika tidak segera ditindak.”
Rudiansyah, Direktur Walhi Jambi, mengatakan, perlu pemetaan semua aktivitas ilegal, baik logging, drilling, fishing, termasuk tambang emas ilegal.
“Kita selalu menyarankan di berbagai pertemuan yang diadakan dengan pemerintah dan petugas keamanan agar segera upaya pemetaan aktor rantai bisnis ini meliputi (pemasok alat berat, uang, merkuri dan penadah hasil emas) agar yang ditangkap bukan hanya pekerja yang berada di lini paling bawah rantai.”
Penanganan dengan lokasi per lokasi, katanya, tak akan efektif hanya makin mempersulit dalam penanganan keseluruhan. “Ini kalau dibasmi spot-spot, mereka akan lebih berani dan makin banyak bermunculan. Konflik makin tinggi.”
Tak hanya itu, konsilidasi para pihak melibatkan pemuka masyarakat, agama, tokoh adat, perempuan dan semua lini harus dilakukan, guna mendapatkan pemahaman sama dalam memberantas tambang emas ilegal ini.
Keterangan foto utama: Lahan di Jambi ini dulu hamparan sawah, kini tambang emas. Foto: Ellviza Diana/ Mongabay Indonesia