Bangkai orangutan tanpa kepala yang ditemukan mengambang di Sungai Kalahien, Desa Kalahien, Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah, Senin (15/1/2018) lalu, akhirnya dinekropsi. Kuburannya dibongkar, lalu dilakukan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui penyebab kematiannya. Proses ini dilakukan di Desa Kalahien, Buntok, disaksikan pihak BKSDA Kalteng, perwakilan Pemprov Kalteng, Polres Buntok, Balai PPLHK Wilayah Kalimantan, COP, BOSF, WWF, serta perangkat Desa Kalahein.
“Tahap kegiatan dimulai dari persiapan tempat nekropsi, pemasangan garis polisi dan pengarahan. Pukul 14.25 WIB dimulai pembongkaran kuburan dan pengangkatan bangkai. Lalu, pukul 15.10 WIB, bangkai orangutan dipindah ke meja nekropsi dan mulai dilakukan identifikasi. Pembedahan dilakukan dokter polisi dan forensik dari Polda Kalteng serta dokter hewan dari BOSF,” kata Kepala BKSDA Kalteng Adib Gunawan di Palangkaraya, Kamis (18/1/2018).
Lebih lanjut Adib mengatakan, pemeriksaan selesai pukul 16.15 dan bangkai tersebut dibawa ke Palangkaraya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Selain itu, jtelah dibuat juga berita acara penyerahan dari Polda Kalteng ke BKSDA Kalteng.
Baca: Menyedihkan, Satu Individu Orangutan Ditemukan Mengambang Tanpa Kepala
Hasil nekropsi menunjukan, jenis kelamin orangutan tersebut jantan dewasa. Pada bagian leher, ditemukan lebih dari tiga luka yang disebabkan benda tajam sehingga lehernya putus, kena tebasan. Lebih parah lagi, ditemukan 17 peluru senapan angin di tubuhnya: satu peluru di paha kiri, dua peluru di punggung, dan 14 peluru di badan depan. Tujuh tulang rusuk kiri patah. Lambungnya pecah, bagian dada kiri terdapat luka lebam akibat benda tumpul. Rambut atau bulunya hilang akibat arus air.
Mayat orangutan yang ditemukan tersebut, bisa dipastikan orangutan liar. Sebab, saat pemeriksaan nekropsi tak ditemukan microchip. Sementara pencernaannya normal. Hal ini terlihat dari kulit kayu dan daun-daunan yang belum tercerna sempurna.
“Kami bersama kepolisian, Balai Gakkum akan menindaklanjuti temuan tersebut. Mudah-mudahan bisa segera terungkap dan tertangkap pelakunya,” kata Adib.
Dirjen KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem) KLHK Wiratno mengatakan, jika berkaca pada peristiwa tersebut, potensi permasalahannya cukup besar. Karena, di Kalteng ada 224 perusahaan perkebunan kelapa sawit, seluas 461.873 hektar, yang di dalamnya terdapat orangutan. Di Kalteng sendiri, total areal perkebunan kelapa sawitnya 2,2 juta hektar.
“Ini yang menjadi konsen saya. Saya khawatir orangutan dianggap hama, sehingga harus dieksekusi. Saya mau bertemu dengan perusahaan-perusahaan sawit ini,” kata Wiratno.
Lebih lanjut ia mengatakan, guna mencegah peristiwa serupa tak terulang, pihaknya tengah menyiapkan nomor hotline berbasis android yang bisa langsung dikontak siapa pun.
“Sebentar lagi jadi, sehingga orang bisa melaporkan jika terjadi peristiwa serupa. Idenya, masyarakat melapor dan kita bisa cepat merespon. Sementara menyiapkan aplikasi ini, nomor telepon seluler staf saya di sana mulai dari Polhut sampai Kepala resort, akan disebarkan. Agar orang-orang KSDAE bisa cepat bertindak. Selama ini kan ketangkap, lapor, baru kita rescue. Menjaga orangutan dan habitatnya merupakan kewajiban pemerintah, KSDAE dalam hal ini.”
Di sisi lain, Wiratno mengatakan, pihaknya juga sedang mencari kontak person di semua perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut. “Saya harus proaktif untuk menjemput bola dan bicara dengan mereka. Minggu depan saya ke Palangkaraya, bicara dengan perwakilan perusahaan-perusahaan itu.”
Wiratno tak menampik, lokasi penemuan mayat orangutan itu dekat kebun sawit. Ia bertekad mengembangkan kasus tersebut dan telah mengirimkan tim intelijen. “Kita akan terus selidiki sampai ketemu pelakunya. Kalau dipenggalnya, kepalanya dimana, tubuh kulitnya hilang mengelupas. Kita koordinasikan dengan Gakkum Kalimantan di Samarinda, jga dengan pihak Polda dan Polres,” jelasnya.
Monterado Fridman, Manajer Komunikasi dan Edukasi BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) Nyaru Menteng berharap, kepala mayat orangutan tersebut bisa segera ditemukan. “Patut dicari kepala orangutannya. Dan tidak salah, jika kita menduga kepala orangutan itu dijadikan artefak mistis atau sebagainya,” katanya.
Ramadhani, Manajer Perlindungan Habitat COP (Centre for Orangutan Protection) mengatakan, pihaknya mengapresiasi tindakan nekropsi atau otopsi yang dilakukan. Hasil ini bisa dijadikan alat bukti jika perkara tersebut maju ke tingkat penegakan hukum. Meski ia sendiri ragu jika kematian tersebut bisa diungkap. Ini dikarenakan, dari berbagai kasus penemuan mayat orangutan, mayoritas tidak berlanjut.
“Hasil nekropsi hari ini membuktikan, matinya orangutan tersebut disebabkan tindak kejahatan manusia. Sebab, ditemukan banyak peluru di tubuhnya. Dugaan kami, orangutan ini ditembak menggunakan senapan angin hingga menembus jantung. Kepalanya ditebas. Patahnya tulang iga dan putusnya kepala harusnya membuat kepolisian dan terutama KLHK lebih bersemangat mengungkapnya. Kewibawaan KLHK dipertaruhkan,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, di dekat lokasi penemuan mayat tersebut terdapat beberapa perkebunan kelapa sawit. Sehingga kemungkinan besar, mayat orangutan tersebut berasal dari sana.
“Tapi tidak ada saksi. Hasil forensic menunjukan, jika mayat orangutan ditemukan Senin, diprediksi mati hari Minggu atau Sabtu. Jika kita melihat aliran sungai ke hulu, lalu mencermati debit kecepatan air, bisa diprediksi titik awal dibuang.”
Meski begitu, Ramadhani mengatakan, tindakan pemeriksaan nekropsi sudah tepat dilakukan. Ia berharap, langkah yang sebelumnya dilakukan dengan langsung mengubur mayat, dievaluasi.
Bukan kasus pertama
Ramadhani mengatakan, temuan mayat orangutan ini bukan pertama kali terjadi di Kalteng. Berdasarkan catatan COP, ada sebelas kasus sepanjang 2011 hingga 2018.
“Mayoritas kasusnya tidak berlanjut,” kata Ramadhani.
Pada 21 Agustus 2011 ditemukan tiga tengkorak orangutan yang berserakan dalam satu titik lokasi di PT STP, Kabupaten Seruyan. Kemudian pada 26 Januari 2013, ditemukan satu mayat orangutan di PT KHS Desa Mahunte, Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas.
“Warga lokal yang menemukan mayat orangutan di PT KHS, malah dituntut balik oleh perusahaan dengan pasal pencemaran nama baik oleh pihak perusahaan,” katanya.
Lalu pada 26 Maret 2013, tim COP dan FNPF (Friend of National Park Foundation) menemukan dua tengkorak orangutan di area PT BLP, Kecamatan Kumai, Kotawaringin barat. 28 Agustus 2013, tim COP menemukan mayat orangutan di PT MBM, Kecamatan Manuhing Raya, Gunung Mas. Ketika tim dari COP datang kembali ke lokasi mayat orangutan tersebut bersama tim SPORC, mayatnya sudah hilang. Kasusnya tak berlanjut. Pada, 1 Maret 2013, ditemukan kuburan anak orangutan di area PT KHS, Tumbang Talaken, Gunung Mas. Kasusnya pun tak berlanjut.
“Di 2014, tepatnya 4 Desember, orangutan jantan liar dibawa staf PT SISK Kotawaringin Timur ke BOS Nyaru Menteng dalam keadaan sekarat. Luka parah dan lemah. Tulang lengan dan kaki keluar menembus kulit karena patah. Terdapat 40 peluru senapan angin di tubuhnya. Orangutan ini, hanya bertahan satu hari kemudian mati. Kasusnya tidak berlanjut,” terangnya.
Lalu di 2015, juga terdapat beberapa kasus. Tanggal 16 September, ditemukan empat bangkai orangutan di area konsesi PT WSSSL 2, Desa Tanjung Hanau, Seruyan. Ramadhani mengatakan, saat ditemukan, kondisinya berbeda-beda.
“Di titik pertama dan kedua, dua bangkai orangutan tinggal tengkorak dan tulang belulang. Lalu di titik ketiga, orangutan masih utuh dengan keadaan dibungkus terpal biru. Sedangkan bangkai orangutan di titik keempat, tinggal bulu dan tulang. Kasus ini pun tidak berlanjut,” katanya.
Di tahun yang sama, pada bulan November, ditemukan sejumlah tengkorak orangutan yang sudah menghitam di bantaran Sungai Mangkutub, Kapuas. Masih di lokasi yang sama, pada 16 Januari 2016, juga ditemukan mayat orangutan yang mengapung di sungai tersebut. Kasus ini juga tak berlanjut. Kasus selanjutnya terjadi 28 Januari 2017. Satu orangutan dewasa di PT SP. di Desa Tumbang Paroh, Kabupaten Kapuas, dimasak dan dimakan. Kasus ini berlanjut dengan ditetapkannya dua orang sebagai terdakwa.
Kasus penembakan orangutan dengan senapan angin yang terjadi di Kalteng, sepanjang 2004 hingga 2016, total ada 29 kasus.
Data Temuan Mayat Orangutan di Kalimantan Tengah.pdf
Banner: Orangutan kalimantan. Foto: Rhett Butler/Mongabay