Tujuh nelayan yang ditangkap otoritas Australia pada 27 April 2017 lalu berhasil dipulangkan ke Indonesia. Ketujuh nelayan asal Sulawesi Tenggara tersebut dipulangkan dalam dua tahap, pada 19 Mei dan 26 Mei. Mereka dipulangkan setelah Kementerian Luar Negeri melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Federal Australia.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Eko Djalmo Asmadi di Jakarta, Selasa (30/5/2017, menjelaskan, proses pemulangan tujuh nelayan tersebut juga melibatkan Ditjen PSDKP bersama Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia untuk Australia di Darwin.
Ketujuh nelayan yang dipulangkan tersebut, adalah Yuyun, Ayumin, Tami, Ical, Suardin Mbala, Yadi, dan La Zaludi. Mereka adalah warga Desa Maginti, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Ketujuhnya adalah awak kapal KM Koguno yang berbendera Indonesia dan ditangkap oleh otoritas Australia karena tuduhan melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa ijin di perairan Australia.
Menurut Eko, Yuyun dan Ayumin dipulangkan lebih dulu pada 19 Mei. Sementara, kelima nelayan lainnya dipulangkan pada 26 Mei atau berselang tujuh hari kemudian. Mereka semua, kata dia, dipulangkan dari Darwin ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai di Denpasar, Bali.
(baca : Catatan 2015 : Perlindungan Nelayan Masih Lemah)
“Setelah tiba di Indonesia, mereka dipulangkan menggunakan pesawat menuju Kendari, Sulawesi Tenggara. Di Kendari, mereka diserahkan langsung kepada pihak keluarga,” jelas dia.
Pemulangan tujuh nelayan tersebut, ungkap Eko, merupakan bagian dari program pemulangan nelayan yang dilaksanakan pada tahun ini. Total, hingga saat ini sudah ada 13 nelayan yang berhasil dipulangkan Pemerintah Indonesia dari Australia ke berbagai provinsi di Tanah Air.
“Ini dilakukan KKP bekerjasama dengan Kemenlu sejak diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan,” tutur dia.
Selain memulangkan nelayan Indonesia, Eko menyebutkan, Pemerintah juga membantu pemulangan nelayan luar negeri yang bermasalah di perairan Indonesia. Sepanjang 2016, kata dia, nelayan yang dipulangkan sebanyak 115 nelayan, yang terdiri dari 80 orang dari Malaysia, 28 orang dari Australia, dan 7 orang dari Thailand.
“Sementara sejak Januari hingga 26 Mei 2017 tercatat KKP bersama Kementerian Luar Negeri berhasil memulangkan 13 nelayan Indonesia dari Australia,” jelas dia.
Pemulangan dari Vietnam
Saat Indonesia berhasil memulangkan nelayan dari Australia, upaya yang sama juga dilakukan untuk memulangkan awak kapal pengawas (AKP) Perikanan bernama Danang Gunawan Wibisono dari Vietnam. Dia dipulangkan pada Senin (29/5/2017).
Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendy Hardijanto di Jakarta, kemarin, menjelaskan pemulangan AKP berhasil dilaksanakan setelah dilakukan koordinasi yang intensif antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Vietnam.
“Danang Gunawan Wibisono merupakan AKP Hiu Macan 01 yang turut serta dalam proses penangkapan 5 (lima) kapal perikanan Vietnam oleh Kapal Pengawas (KP) Hiu Macan 001 pada 21 Mei 2017 lalu di perairan Laut Natuna, Kepulauan Riau,” jelas Rifky.
Rifky mengatakan, saat melakukan pengawalan, kapal perikanan yang dinaiki Gunawan yakni KH 97579 TS tenggelam di lokasi penangkapan. Untuk proses evakuasi, dia kemudian dinaikkan ke kapal terdekat, yaitu kapal Vietnam Coast Guard.
Setelah diselamatkan kapal Coast Guard, Riky menambahkan, dalam beberapa hari berikutnya Gunawan tetap berada di dalam kapal tersebut. Baru kemudian, setelah kapal tiba di pangkalan operasi Vietnam Coast Guard di Ho Chi Min City, Gunawan diserahkan secara resmi kepada Konjen RI RI di sana pada 27 Mei 2017.
Eko Djalmo Asmadi mengatakan, pemulangan AKP Gunawan menjadi bukti hubungan baik antara Indonesia dengan Vietnam. Itu menjadi kerja sama yang akan terus dipertahankan ke depannya.
Bersamaan dengan pemulangan AKP Gunawan dari Vietnam, Indonesia juga melakukan pemulangan 343 anak buah kapal (ABK) Vietnam yang ada di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Mereka dipulangkan, karena statusnya hanya sebagai saksi dan bukan tersangka (non yustisia).
“Nelayan yang dipulangkan tersebut merupakan nelayan yang ditangkap oleh Kapal Pengawas Perikanan, dalam berbagai operasi karena melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Indonesia,” jelas Eko.
Sesuai dengan ketentuan pemulangan nelayan asing yang berstatus non tersangka, Eko mengungkapkan bahwa itu sudah diatur dalam Pasal 83A ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa selain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana perikanan atau tindak pidana lainnya, awak kapal lainnya dapat dipulangkan termasuk yang berkewarganegaraan asing.
Dalam hal proses hukum tindak pidana perikanan, yang ditetapkan tersangka adalah Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin (KKM). Sedangkan yang lainnya hanya berstatus sebagai saksi ataupun tidak memiliki status (non tersangka dan non saksi).
Selain diatur dalam ketentuan, Eko mengaku, pemulangan 343 ABK Vietnam juga dilakukan untuk meringankan tugas Pengawas Perikanan di lapangan. Selain itu, pemulangan dilakukan untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan makan para ABK tersebut.
“Dengan dipulangkannya ABK non tersangka dan yang berstatus saksi, maka tugas dan tanggungjawab petugas di lapangan akan semakin ringan dan akan lebih terkonsentrasi pada proses hukum kasus yang sedang ditanganani dan ABK yang dijadikan tersangka,” papar Eko.
Sebelum ini, Indonesia juga melaksanakan pemulangan nelayan Vietnam pada September 2016 dengan jumlah 228 orang. Pemulangan tersebut, ditegaskan Rifky Herdijanto, merupakan inisiatif mandiri pemerintah RI.