Warga Dusun Tanjung Keramat, Desa Nanga Tempunak, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat memprotes tambang Zircon yang beroperasi di sekitar desa mereka. Aktivitas tambang milik PT Karya Putra Mandiri Mineral ini dinilai kurang terbuka kepada warga setempat.
Warga yang gerah dengan kondisi tersebut, memasang plang menuju jalan masuk tambang. Akibatnya, aktivitas pertambangan terhenti. Saat ini, di lokasi tambang hanya tampak sejumlah peralatan dan alat berat.
Along Alfian, warga setempat, mengatakan pemasangan plang sebagai imbas tak konsistennya perusahaan kepada masyarakat. Janji perusahaan masih ada yang belum ditunaikan.
Ia menuturkan, aktivitas perusahaan sudah berjalan sejak 2012. Mereka membangun fasilitas pendukung untuk menambang. Sementara, penambangan berjalan efektif sekitar delapan bulan lalu.
“Yang kami sesalkan, sosialisasi perusahaan minim, padahal alat berat masuk melalui desa kami. Tanpa komunikasi, mereka langsung bekerja. Banyak warga mempertanyakan aktivitas tersebut. Termasuk, keberadaan tenaga kerja asing (TKA),” keluh Alfian, Kamis lalu.
Ketika dikonfirmasi, perwakilan perusahaan sedang tak berada di lokasi. Mandor lapangan, Edy, membenarkan aktivitas penambangan tak berjalan beberapa waktu terakhir. Mengenai TKA di lokasi tambang, mereka masuk dari Pangkalanbun, Kalimantan Tengah. Ketiganya tidak bisa berbahasa Indonesia karena berasal dari Tiongkok.
Pemerintah Kabupaten Sintang melalui Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Sintang menyatakan, keberadaan PT Karya Putra Mandiri Mineral sudah legal. Hal tersebut disampaikan Kepala Distamben Sintang, Syamsul Hadi.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Sintang, Florensius Kaha mengakui awalnya tidak tahu tentang tenaga asing di PT Karya Putra Mandiri Mineral itu. Ini dikarenakan, sebelum masalah tersebut ramai dibicarakan, Distamben Sintang tidak pernah melaporkan dan menyerahkan dokumen yang diperlukan. Pihaknya sempat mengira tenaga kerja tersebut ilegal.
“Setelah dipublikasikan di media massa, Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) diserahkan ke kami,” katanya. Anehnya, yang menyerahkan IMTA bukan PT Karya Putra Mandiri Mineral, tetapi Distamben Sintang.
Idealnya, perusahaan yang mempekerjakan TKA melaporkan dan menyampaikan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Aturan ini tertuang dalam Permentrans Nomor 2/2008 tentang tata cara penggunaan tenaga kerja asing. TKA yang bekerja di perusahaan Indonesia harus mengantongi IMTA yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pembina Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta).
Kaha mencontohkan TKA di sejumlah perkebunan kelapa sawit maupun proyek pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sungai Ringin. Keberadaan mereka terdata jelas. Pihaknya dapat melakukan pemantauan. Pihak perusahaan juga punya kewajiban melapor setiap setahun terkait TKA.
Menurut Kaha, seyognya tiap perusahaan resmi izinnya ditembuskan ke Dinsosnakertrans. Sementara, PT Karya Putra Mandiri Mineral tidak. “Mempekerjakan TKA tidak bisa sembarangan, perusahaan harus mengkursuskan TKA agar bisa berbahasa Indonesia atau punya penerjemah,” ucapnya.
Kita juga perlu tahu bagaimana perusahaan menggaji karyawannya. Perlindungan dan asuransi tenaga kerja yang menjadi kewajiban perusahaan, apakah diikutsertakan atau tidak. Bagaimana BPJS-nya. “Kalau perusahaan tambang Zircon di Tempunak memang belum ada laporannya. Kami juga tidak tahu perusahaan itu milik siapa,” jelasnya.
Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio