Korban tewas di lubang bekas tambang batubara di Kalimantan Timur terjadi lagi. Adalah Ari Wahyu Utomo (13), pelajar MTs Al Masyhuriyah, Desa Bukit Raya, Tenggarong Seberang, yang menjadi korban ke-31 pada Minggu (4/11/2018), pukul 14.30 Wita.
Ari tenggelam di konsesi yang diduga milik PT. Bukit Baiduri Energy (BBE), di Desa Bukit Raya, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Jarak lubang hanya 400 meter dari permukiman warga.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan, menurut kesaksian teman-teman korban, sebelum tenggelam, Ari bermain dengan delapan temannya.
Mereka masuk ke areal tambang dan berenang. Di sana tidak dipasang plang bahaya, tidak ada pagar pembatas dan juga tanpa petugas keamanan. “Korban meregang nyawa di lubang tersebut,” kata Rupang, Selasa (6/11/2018).
Pada 26 Maret 2016, kolam tambang milik PT. BBE ini juga menewaskan dua pelajar yakni Noval dan Diky Aditya. Hingga kini, keadilan untuk dua korban tidak ada bahkan jumlahnya bertambah.
Jatam dan Walhi Kaltim sepakat, menuntut IUP PT. BBE dicabut dan perusahaan diproses hukum karena terbukti lalai dan bersalah. “PT. BEE melakukan pembiaran dan tak membenahi sistem keamanan dan keselamatan sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba dan UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” jelasnya.
Baca: Korban ke-30, Lubang Bekas Tambang Batubara di Kaltim Renggut Nyawa Lagi
Tidak serius
Selama ini, kata Rupang, respon pemerintah pada korban-korban tambang tidak pernah serius. Meski sudah berganti kepala daerah, namun kematian terus berlanjut. “Sikap Gubernur Kalimantan Timur sangat menyedihkan dan sikap Presiden Jokowi sebatas melimpahkan urusan ke Gubernur. Kekecewaan kami semakin bertambah,” sebutnya.
Selama ini, lanjut dia, Presiden Jokowi belum pernah bicara keselamatan rakyat dari ancaman lubang kematian, meski sudah tiga kali datang. “Sepertinya, Kaltim dikondisikan sebagai medan lubang tambang. Anak-anak yang dekat tambang, tinggal menunggu waktu.”
Demikian pula dengan sikap gubernur, bupati dan wali kota di Kaltim. Rupang beranggapan, para kepala daerah tidak mementingkan nyawa rakyatnya, lebih tergiur pada investasi. Tak ada terobosan penanganan korban. Meski berulang kali reklamasi dijanjikan namun dipastikan belum ada perusahaan yang menutup lubang-lubang bekas galian.
“Apa terobosan luar biasa Presiden terkait penanganan kasus lubang tambang? Demikian juga Gubenur Kaltim yang baru, apa solusinya? Jangan sampai kami hanya jadi pengingat tanpa ada solusi dari pemerintah,” tegasnya.
Rupang mengingatkan, korban-korban tenggelam di lubang tambang bukan sekadar drama kematian yang selesai dengan tali asih. 31 korban itu generasi penerus bangsa yang mati sia-sia karena keteledoran penjahat korporasi. “Kami minta Presiden Jokowi bertindak,” ujarnya.
Baca juga: Rezim Ekstraksi, Oligarki dan Lubang Tambang
Tanggapan
Sebelumnya, beberapa hari setelah korban ke-30, Alif Alfaroci (15 tahun) yang meninggal Minggu (21/10/2018) di lubang bekas tambang PT. Trias Patriot Sejahtera, Gubernur Kaltim Isran Noor, terekam media mengatakan jika kematian adalah garis nasib seseorang. Menurut dia korban itu dimana-mana terjadi, jika ada anak yang meninggal di lubang bekas galian tambang adalah garis nasib.
“Oh gitu, ikut prihatin nasibnya kasihan. Korban itu dimana-mana terjadi, ya namanya nasibnya dia meninggalnya di kolam tambang itu aja. Itukan pertanggungjawabannya dunia akhirat,” ucapnya. Rekaman itu beredar luas di akun media sosial Facebook. Banyak yang menyesalkan sikap dingin sang kepala daerah.
“Mungkin, Gubenur tidak merasakan kepedihan para orangtua yang kehilangan anak-anaknya. Kami berharap, respon beliau lebih baik jika ingin anak-anak di Kalimantan Timur selamat dari ancaman maut lubang tambang,” kata Rusli, warga yang rumahnya berdekatan areal tambang di kawasan Lempake, Samarinda.