Surabaya terus mempercantik diri. Upaya serius ini terlihat dari penataan sistem transportasi guna mempersiapkan kota terbesar kedua di Indonesia ini sebagai kota yang bersih, hijau, dan berinovasi.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kepada Mongabay menuturkan, persoalan penataan kota akan sangat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Terutama, dalam hal pemanfaatan energi maupun pengelolaan lingkungan. Penambahan ruas jalan dengan rekayasa lalu lintas sedang dipersiapkan, sebagai dukungan atas program pembangunan moda transportasi massal.
“Saat ini sedang dipesiapkan pembangunan jalan baru di lingkar luar timur dan lingkar luar barat. Selain itu, ada juga jalan layang dan jalan bawah. Tujuannya untuk mengurangi kepadatan lalu lintas. Diperkirakan dalam dua tahun ke depan, Surabaya akan memiliki moda transportasi massal dan juga jalan baru yang saling menghubungkan berbagai kawasan di Surabaya,” ungkap Risma, baru-baru ini.
Penataan kota melalui pembangunan jalan baru ini diiringi dengan penyediaan fasilitas publik berupa taman kota. Sebagai ruang terbuka hijau dan tempat bertemunya masyarakat, taman-taman kota di Surabaya menjadi tempat favorit baru, baik untuk rekreasi maupun aktivitas sosial budaya.
Taman kota
Taman Bungkul merupakan ikon baru Surabaya. Taman seluas 900 meter persegi ini pada November 2013 mendapat penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu The 2013 Asian Townscape Award (ATA), sebagai taman terbaik se-Asia. Taman yang semula hanya hanya ruang terbuka hijau dengan komplek makam Sunan Bungkul di bagian belakang, kini menjelma indah dan tempat berkumpulnya elemen warga berbagai usia.
“Taman aktif jumlahnya 70 lebih, sedangkan yang bukan taman aktif ratusan. Ini belum termasuk hutan kota yang kami buat di Balas Klumprik dan di bekas TPA Sukolilo,” jelas Risma.
Pembenahan sungai atau Kali Mas di Surabaya juga jadi perhatian Pemerintah Kota Surabaya. “Kita ingin pintu air di ujung Petekan, tetap terjaga ketinggian airnya sehingga tidak terpengaruh pasang surut air laut. Perlahan, akan kita tata,” ujar wali kota wanita pertama Surabaya ini.
Sampah untuk energi listrik
Pemanfaatan sampah sebagai energi listrik merupakan program baru pemerintah kota. Rumah Kompos Bratang, yang terletak di kawasan Taman Flora-Kebun Bibit merupakan proyek percontohannnya.
Sampah yang diolah, menghasilkan energi listrik sekitar 4.000 watt yang cukup sebagai penerangan jalan umum dan lampu di Taman Flora. Butuh sekitar 70 kilogram ranting kering dan sampah plastik yang dibakar, untuk dapat menghasilkan energi listrik setiap harinya. “Sampah sebagai bahan bakarnya, sementara asap dan gas yang dihasilkan menggerakkan generator yang menghasilkan listrik,” kata Khalid Buchori, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya.
Menurut Khalid, partisipasi masyarakat secara efektif daapt mengurangi volume sampah per harinya sekitar 200-300 ton dari total 1.800 sampah yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. “TPA ini akan mengasilkan listrik sebesar 10 mega watt.”
Risma menambahkan, rencananya, akan ada dua rumah kompos lagi yang akan difungsikan sebagai penghasil energi listrik. Total, ada 23 rumah kompos yang dikelola DKP nantinya.
Energi alternatif
Ketua Pusat Studi Lingkungan Universitas Surabaya, Yunus Fransiscus, berpendapat sampah yang dihasilkan penduduk Surabaya harus dapat diubah menjadi produk bernilai. Kompos dan biogas merupakan produk yang saat ini banyak dibuat masyarakat.
Yunus mengatakan, pemanfaatan sampah sebagai energi listrik sangat mungkin dilakukan. “Tidak hanya sebagai biogas, tapi juga dijadikan refuse derived fuel (RDF) seperti arang yang hasil pembakarannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.”
Yunus pun mengusulkan agar semua rumah kompos atau tempat pembuangan sementara sampah memiliki mesin pengubah sampah menjadi listrik kapasitas kecil. Energi yang dihasilkan ini nantinya digunakan untuk membantu masyarakat miskin yang rumahnya belum dialiri listrik.